Minggu, 25 November 2007

Humas Pemerintah VS Media Massa

Saat masih bekerja di sebuah perusahaan media massa lokal, yang mempunyai affiliasi dengan sebuah media nasional terbesar di negeri ini, ada satu perasaan bangga yang hampir mengarah kepada over confident apabila berhadapan dengan unsur kehumasan pada pemerintah daerah.

Dan hal ini seringkali saya lihat terjadi pada teman-teman wartawan, khususnya mereka yang berkutat disekitar wilayah kesekretariatan pemerintahan. Maka tidak mengherankan kemudian sedikit sekali informasi pemerintahan “hasil dari lembaga kehumasan” yang dapat dipercaya secara langsung menjadi bahan utama penulisan sebuah berita. Teman-teman wartawan biasanya lebih baik langsung berhadapan dengan Bupati, serta unsur pimpinan lain dalam mencari berita ketimbang membawa selembar release “resmi” pemerintahan.

Mengapa hal ini terjadi ? Jawabannya baru saya dapatkan setelah sekian lama bergelut dalam institusi pemerintahan daerah tempat saya bekerja sekarang. Sebagai data primer mungkin saya lebih bisa melihat kondisi lembaga kehumasan tempat saya bekerja (Kabupaten Banjar-Kalimantan Selatan) namun fenomena yang sama juga saya kira terjadi pada institusi pemerintahan lainnya.

Pertama, masalah klasik tentang Sumber Daya Manusia. Masih kurangnya SDM yang menguasai atau paling tidak mengenali rimba raya pers baik lokal, nasional maupun internasional. Termasuk didalamnya kaidah-kaidah jurnalistik. Hal ini membuat personil pemberitaan yang menjadi fungsi utama kehumasan “keder” ketika berhadapan dengan kualitas tulisan kuli tinta media massa.

Solusi untuk mengatasi permasalahan ini adalah melakukan upaya komprehensif dalam pembinaan dan peningkatan kemampuan teknis personil humas khususnya dibidang penguasaan ilmu jurnalistik baik cetak, televisi maupun digital lainnya. Selain itu disisi kuantitas unsur kehumasan sangat minim apabila dibandingkan dengan kuantitas even serta ruang tanggungjawab yang harus ditangani, sehingga perlu penambahan personil kehumasan.

Kedua, masalah kelembagaan atau organisasi menjadi faktor penentu canggih atau tidaknya produk kehumasan yang dihasilkan. Belum pernah saya lihat dan dengar sebuah lembaga kehumasan yang bergerak sedinamis organisasi redaksional media massa. Ambil contoh pengambilan kebijakan Tajuk Harian atau Mingguan. Tidak ada sistem yang dijalankan Lembaga Kehumasan untuk menentukan orientasi informasi mingguan, padahal hampir setiap minggu terdapat mekanisme Coffe Morning serta even pertemuan lain yang bisa dimanfaatkan untuk mengarahkan orientasi informasi ke arah kepentingan pemerintah dalam satu minggu kedepan.

Sebagai catatan Pemerintah saat ini tidak lagi mempunyai kedigdayaan untuk menyetir arah pemberitaan media massa seperti saat Orde Baru. Dan apabila pemerintah tetap melakukan juga, yang terjadi hanyalah pemborosan. Upaya seperti ini seperti menutup satu lubang pada kantong air yang bisa saja bocor disisi yang lainnya.

Langkah efektif yang dapat dilakukan adalah berusaha membangun isu, topik dan tajuk sendiri dengan memanfaatkan media yang bisa dikuasai. Yang harus dilakukan adalah laksanakan mekanisme yang juga diterapkan media massa. Laksanakan mekanisme keredaksian yang komprehensif baik harian, mingguan bahkan bulanan. Kemudian kuasai potensi sumber berita yang ada dipemerintahan, jadilah tuan di rumah sendiri jangan sampai wartawan justru lebih tahu program pemerintah dibanding humasnya sendiri.

Ketiga, masalah komitmen para pimpinan atau good will para pemegang kebijakan. Hal ini menjadi penting karena terkadang lemahnya produk kehumasan juga disebabkan oleh tidak adanya keinginan dari top management pemerintahan untuk menjadikan humas sebagai corong satu-satunya dalam menyampaikan informasi pemerintahan dan pembangunan. Sehingga terkadang demi kepentingan ”efektifitas” atau ”publisitas”, informasi telah dibocorkan terlebih dahulu sebelum sampai ke lembaga kehumasan.

Tidak ada salahnya kita meniru bagaimana cara White House di AS memperlakukan staf kehumasan pada posisi yang tinggi. Bahkan Juru Bicara Kepresidenan salah satunya adalah staf ahli kehumasan yang dapat dimintai pertimbangan dalam menentukan bagaimana caranya sebuah informasi disampaikan kepada publik.

Selain itu komitmen ini juga berkaitan dengan perbaikan dua item terdahulu yaitu SDM dan Kelembagaan. Karena tanpa komitmen top management selamanya unsur kehumasan hanya akan menjadi pelayan media massa saja, tanpa ada kemampuan untuk menjadi tuan rumah dilembaganya sendiri. Dan pada akhirnya performance pemerintah secara keseluruhan lebih ditentukan oleh bagaimana media massa mengarahkan isu bukan ditentukan oleh bagaimana pemerintah itu sendiri ingin dipandang oleh masyarakatnya.

Sebenarnya banyak faktor lain yang perlu diperbaiki, namun mudah-mudahan tulisan pertama ini dapat memicu ide-ide lainnya. Salam.
Readmore »»