Senin, 23 Juni 2008

Kunci Sukses Membangun Sistem eProcurement


Beberapa bulan terakhir, mungkin tepatnya 6 bulanan ini, Kota Banjarbaru dan Banjarmasin gencar diberitakan akan menerapkan sistem pengadaan barang/jasa pemerintahan melalui media elektronik atau dalam bahasa kerennya eProcurement. Tentu hal ini sangat menggembirakan, karena akhirnya Kabupaten Banjar tidak lagi sendirian dalam mengusung sistem eProcurement di Kalimantan Selatan.

Tidak lah terlalu penting siapa yang belakangan dan siapa yang duluan, yang terpenting adalah bagaimana sistem dapat bermanfaat dan mampu menjadi tonggak penopang tata pemerintahan yang baik.
Antusiasme Tri Banjar (Banjar, Banjarmasin dan Banjarbaru) menerapkan eProcurement, boleh disebut sebagai tonggak dimulainya era teknologi informasi 'sebenarnya' di Kalimantan Selatan. Kenapa saya sebut demikian? Ini karena kompleksitas sekaligus manfaat sistem yang digunakan.
eProcurement adalah sebuah sistem transaksi pengadaan barang/jasa pemerintahan yang melibatkan banyak pihak dalam domain yang berbeda, yaitu Government dan Business. Dalam unsur Government yang dilibatkan adalah pimpinan daerah, pengguna anggaran, pejabat pembuat komitmen dan panitia pengadaan. Dilingkungan business yang terlibat adalah seluruh penyedia barang/jasa yang mengakses sistem dan bertransaksi secara langsung, tidak lagi dibatasi ruang dan waktu.
Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (DETIKNAS) meletakkan eProcurement dalam salah satu dari 7 flagship pembangunan TIK Nasional. Ini menunjukkan bahwa eProcurement adalah isu nasional dan menjadi arah yang pasti. Kabarnya tahun 2009, sistem eProcurement akan diterapkan secara merata.
Perlu juga dalam tulisan ini saya sertakan 7 flagship secara singkat, sekalian membantu DETIKNAS mensosialisasikan program besar TIK bangsa kita. Pertama, E-Procurement. Kedua, E-Education yaitu pembangunan sistim elektronik berkaitan dengan pendidikan. Ketiga, E-Budgeting berkaitan dengan perbaikan tata kelola keuangan pemerintah melalui TIK. Keempat, National Single Windows yang berusaha membangun sistem satu pintu berkaitan dengan eksport dan import. Kelima, National Identity Number berkaitan dengan sistim informasi kependudukan yang bercita-cita membuat satu kode identitas untuk satu orang penduduk. Keenam adalah Palapa Ring yang akan menjadi tulang punggung infrastruktur jaringan data di seluruh nusantara. Terakhir yang ketujuh adalah Legal Software yang berusaha meminimalisir bahkan menghilangkan penggunaan aplikasi ilegal di Indonesia.
Semoga adanya 7 flagship ini memacu semangat dan optimisme pengimplementasian TIK. Seperti diutarakan Menkominfo, Mohammad Nuh, bahwa bukan saatnya lagi mempertanyakan perlu atau tidaknya TIK yang terpenting adalah bagaimana TIK bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat, bangsa dan negara. Saatnya IT berkerja! We make IT work!
Sangatlah disayangkan apabila masih ada paradigma pengembangan TIK yang lebih mengedepankan kekhawatiran atau boleh dibilang ketakutan terhadap dampak negatif TIK dibanding optimisme membangunnya. Seperti yang selalu mengemuka pada setiap sambutan atau berita resmi pemerintah provinsi Kalimantan Selatan berkaitan dengan implementasi TIK. Waspada boleh tapi kalau akibat waspada langkah akhirnya terhenti, apa kata dunia!
Mungkin kalimat ini terasa pedas namun tujuannya semata-mata untuk memberikan spirit agar kita tidak lagi ragu melangkah. Bukankah setiap dampak negatif dapat diatasi dengan perencanaan yang baik dan komprehensif. Mari terapkan manajemen resiko untuk meminimalisir dampak negatif dan menggali positive impact yang sebesar-besarnya.
Berhasilnya pembangunan TIK bertumpu pada pelaksanaan dan perencanaan tiga sumber daya TIK yaitu infrastruktur, aplikasi dan sumber daya manusia (SDM). Lemahnya perencanaan pemanfaatan sumber daya TIK berdampak negatif terhadap citra pengembangan TIK yang terkesan mahal, boros, tidak efisien dan terlalu eksklusif.

Tips Sukses Menjalankan Sistem eProcurement

Kembali ke sistem eProcurement. Sistem ini diyakini mampu meminimalisir kolusi, korupsi dan nepotisme dalam sistem pengadaan barang dan jasa pemerintahan. Hampir 80% kasus korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selalu berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa pemerintahan. eProcurement lebih mengedepankan transparansi, kepastian dan terbukanya persaingan usaha yang sehat.
Sistem yang sangat bagus ini akan terjangkiti stigma negatif apabila tidak dilandasi oleh perencanaan matang. Ingat eProcurement tidak sama dengan membangun website ansich, tapi lebih jauh dari itu. eProcurement tidak hanya terkait dengan hal-hal teknis seperti infrastruktur, keindahan layout dan lainnya. eProcurement menitikberatkan pada kualitas proses bisnis dan regulasi.
Dari pengalaman yang ada, khusus berkaitan dengan eProcurement, ada beberapa tips penting buat daerah yang ingin menjalankan sistem ini dengan baik.
Tips pertama, adanya good will yang kuat dari pimpinan puncak dalam hal ini Bupati/Walikota dan DPRD. Dalam teori TIK diistilahkan dengan eLeadership. Betapapun besarnya keinginan dan tekad para pelaksana untuk menjalankan sistem, kalau komitmen pimpinan puncak tidak kuat, maka sistem eProcurement tidak bisa dijalankan.
Ingat! Banyak tradisi yang akan hilang seperti sempitnya peluang arisan proyek, jegal-menjegal, penjualan dokumen dan lain sebagainya. Apabia komitmen eLeadership tinggi maka hal-hal ini tentu bukan penghalang.
Contoh Bogor yang sudah menerapkan eProcurement selama satu tahun dan mampu melakukan penghematan anggaran secara signifikan, harus terhenti hanya karena kurangnya komitmen beberapa pihak untuk melakukan perbaikan. Masih banyak contoh lain.
Tips Kedua, adanya kemauan dan keyakinan yang besar dari seluruh komponen pelaksana sistem. Positive common will seluruh stake holder menjadi salah satu faktor penentu. Meskipun eLeadership tinggi namun mendapat perlawanan laten dari komponen staf maupun pelaksana maka sistem tidak akan berjalan secara maksimal. Yang harus dilakukan adalah membangun kesadaran bersama akan manfaat yang dibawa sistem.
Tips Ketiga, struktur organisasional pelaksana. Dalam komposisi pelaksana sistem eProcurement sebaiknya komposisi praktisi pengadaan barang/jasa lebih banyak dari komposisi tenaga TIK. Komposisi yang ideal adalah 70% praktisi pengadaan, 30% tenaga TIK.
Yang sering salah adalah mentang-mentang sarat unsur TIK maka yang mendominasi adalah tenaga TIK sedangkan praktisi pengadaan sama sekali tidak mau ambil pusing. Hal ini mengakibatkan ketimpangan. Sistem eProcuremen sarat dengan proses bisnis berkaitan dengan regulasi pengadaan yang dapat membawa implikasi hukum, untuk itu jangan sampai segala kesalahan ditimpakan pada sistem dan pengelola TIK. Hal ini membuat kredibilitas sistem terganggu. Yang terpenting adalah praktisi pengadaan yang memahami TIK bukan tenaga TIK yang harus mengerti detail proses pengadaan.
Tips yang terakhir adalah perubahan pola pikir dari pola ningrat ke arah pola pelayanan atau public services. Sistem ini sangat tergantung pada kemampuan komponen pelaksana dalam memberikan pelayanan maksimal.
Bukankah kesejahteraan akan dapat terwujud apabila tata kelola pemerintahannya baik. Good Governance dapat terwujud kalau pelayanan publik berjalan dengan maksimal dan salah satu caranya dengan memanfaatkan TIK.
Readmore »»