Rabu, 30 April 2008

Penting dan Tidak Penting ala Onno dan Drucker

Bukan satu kebetulan ”mungkin” beberapa hari sebelum mengikuti Workshop Aplikasi Wajan Bolic Untuk Optimalisasi Penangkapan Signal Internet & HP 4G Tanpa Simcard yang menampilkan salah satu pejuang teknologi informasi kondang negeri ini, DR Onno W Purbo di Banjarmasin, saya membeli buku Classic Drucker.
Didalam buku ini hampir seluruhnya mengisahkan pemikiran-pemikiran brillian dari Bapak Manajemen Dunia Peter F Drucker yang pernah dipublikasikan di media bisnis internasional ternama Harvard Business Review. Tapi tulisan ini bukan ingin bercerita tentang keseluruhan buku Drucker, karena saya belum khatam membacanya. :)

Lalu, apa hubungannya bapak manajemen dunia dengan Bapak Onno yang jelas-jelas beda piring nasinya?? Dan dimana pula muncul kata bukan satu kebetulan itu??

Ok, saya akan coba jelaskan satu-satu.

Pertama. Pada Pendahuluan buku Classic Drucker alinea ketiga, tertulis kutipan lama Drucker – tahun 1963 — yang berbunyi, ”Tidak ada yang lebih sia-sia selain melakukan pekerjaan dengan efisien padahal pekerjaan itu sebetulnya tidak perlu dilakukan sama sekali”. Kutipan usang ini, karena sudah ditulis Drucker 44 tahun yang lalu, mengajak kita untuk berhenti sejenak ditengah rutinitas. Kemudian meninjau ulang jejak yang telah kita toreh baik dalam pekerjaan maupun dalam hidup.
Apakah benar kita telah melakukan hal yang betul-betul penting? Jangan-jangan saking seriusnya kita dengan sesuatu, bahkan mengerjakannya dengan kualitas efisien dan efektif yang tak diragukan, hanya untuk pekerjaan yang sebenarnya tidak terlalu penting!
So, hubungan dengan workshopnya Pak Onno adalah bahwa saya kemudian tersadar, paling tidak dalam asumsi pikir pribadi, Pak Onno dengan konsep perjuangannya mencerdaskan Indonesia melalui pembebasan penguasaan teknologi informasi, berusaha melepaskan hal-hal yang ”tidak penting” dalam pengelolaan kebijakan teknologi informasi di negeri ini. Termasuk juga melepaskan pola pikir generic bahwa teknologi informasi itu mahal dan mewah.

Buktinya! Sebuah teknologi tingkat tinggi di sosialisasikan hanya dengan dengan menggunakan sebuah wajan atau rinjing. Singkatnya seorang Doktor keliling-Indonesia bahkan negara tetangga hanya untuk jualan rinjing?! Gak penting banget gitu lo!

Bagi segelintir orang mungkin seperti itu. Tapi dibalik itu semua Pak Onno dan kawan-kawan berupaya melepaskan kulit dari kacangnya dan mengajak kita bersama berkonsentrasi untuk menikmati kacangnya (Ini kok malah cerita kacang J). Teknologi Informasi bukanlah satu hal yang mewah. Tidak harus menggunakan parabola yang mentereng, cukup sedikit kreatifitas di ulek sedikit dengan rumus matematis plus beberapa alat penunjang yang relatif murah dan mudah didapatkan, kemudian siap dimasukkan ke Penggorengan yaitu rinjing buatan orang Nagara –HSS— seharga 35 ribu. (Nah ini soal masak-memasak lagi L)

Dengan alat yang disebut Wajanbolic, kalo bahasa Banjar-nya Rinjingbolic diambil dari persamaan kata Parabolic (parabola), kita sudah bisa menangkap signal wireless dan kemudian terhubung dengan jaringan baik itu intranet maupun internet. Konsekwensi dari itu, secara sederhana, kita sudah bisa menghubungkan komputer kita dengan komputer yang jaraknya berjauhan, bisa lebih 3 Km atau bahkan ribuan kilometer, antar kota, antar provinsi bahkan antar negara tanpa harus membentangkan kabel yang puanjang sekali. Bayangkan! Hanya dengan perantara sebuah Rinjing kita bisa berkomunikasi secara global. Kedigdayaan Onno cs tidak sampai disitu, mereka bahkan bisa menggunakan barang-barang tidak penting menjadi perantara yang amat penting, seperti kaleng, rangka jendela, tutup panci, kotak minuman dan lain sebagainya. Pinter bukan?!

Setelah bisa terkoneksi dengan dunia global via internet, kita juga diajak membuat Telkom Pribadi, ingat Telkom bukan telepon! Dengan membuat telkom pribadi maka kita dalam komunitas kecil satu kantor, satu RT, satu RW dapat bertelepon ria sebebas-bebasnya tanpa takut dapat tagihan pulsa yang besar. Bahkan menggunakan pesawat telepon biasa kita bisa berkomunikasi dengan rekan diseluruh dunia hanya dengan pulsa lokal yang super murah dan flat lagi. (Tentang ini insya Allah akan saya muat dalam tulisan tersendiri).

Kita bisa mengkalkulasi sendiri berapa besar modal pemerintah membangun perusahaan sebesar Telkom?. Sementara dengan teknologi yang sederhana dan aplikasi gratisan, karena berbasis open source, ternyata kita bisa bikin Telkom sendiri. Hebat bukan.

Disini jelas relevansi pemikiran Peter F Drucker, tentang mana hal yang penting dan mana yang tidak penting, dengan apa yang selama ini diboyong oleh Bapak Onno W Purbo. Bagi Onno yang terpenting adalah seluruh rakyat Indonesia bisa mengakses informasi seluas-luasnya dengan biaya murah, soal bagaimana caranya mari kita gunakan segala potensi yang ada.

Bagi saya yang bekerja dalam lingkungan birokrasi agak susah menyelami pola pikir seperti ini. Karena terkadang ditengah rutinitas dan “kungkungan” kebijakan yang telah ditetapkan, pola pikir cenderung menjadi mapan. Untuk itu perlu pencerahan secara kontinu yang dapat selalu membuat tersadar bahwa yang abadi adalah perubahan bukan kemapanan.

Tentang pencerahan itu, ide perubahan yang dibawa oleh Onno dalam kerangka pembangunan kesejahteraan rakyat adalah bahwa apabila rakyat bisa secara mandiri mengembangkan kemampuan dan kecerdasannya, khususnya via teknologi informasi, maka pemerintah tentu akan terkurangi bebannya di sektor pendidikan. Karena rakyat mampu meningkatkan kualitas pendidikannya secara mandiri. Dan tentunya alokasi 20% dari anggaran itu bisa diarahkan ke sektor lain.

Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa penting dan tak penting hanya bisa dilihat apabila kita mampu melaksanakan saran Drucker, untuk berhenti sejenak dan melihat sudah sejauh mana langkah kita berayun. Penting dan tak penting bergerak sesuai dengan perubahan jaman, selama kita bisa terus mengendarai perubahan maka kita akan selalu menjadi pemenang. Merdeka! J

Itu baru menjawab pertanyaan pertama di alenia kedua tulisan ini, tentang koneksitas antara Drucker dan Onno. Lalu bagaimana dengan pertanyaan kedua, tentang dimana asal muncul kata bukan satu kebetulan? Maka saya hanya bisa mengutip sebuah iklan permen pelega tenggorokan yang memvisualisasikan seorang guru bertanya pada muridnya, ”Kenapa Patimura bisa tertangkap oleh Belanda?” Dan sang murid menjawab, “Takdir Pak”. Maka itu pula jawabannya, takdir lah yang berusaha menunjukkan bahwa satu kejadian bukanlah satu kebetulan belaka, karena sudah ada yang mengatur. Wassalam.

Samsul Ramli

Tim Teknologi Informasi dan Komunikasi Daerah
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Banjar

Readmore »»

MERETAS IDE TEKNOLOGI INFORMASI MASUK DESA

Dari sumber Wikipedia Indonesia – ensiklopedi bebas berbahasa Indonesia – didapatkan pengertian tentang teknologi informasi. Teknologi informasi dilihat dari kata penyusunnya adalah teknologi dan informasi. Jadi teknologi informasi adalah hasil rekayasa manusia terhadap proses penyampaian informasi dari pengirim ke penerima sehingga lebih cepat, lebih luas sebarannya, lebih lama penyimpanannya.

Bahasa adalah basic teknologi yang mampu memudahkan informasi sampai kepada orang lain. Agar informasi dapat bertahan lama muncul teknologi gambar. Hasil dari teknologi gambar salah satunya adalah huruf alfabet dan arabic. Kedua komponen terakhir ini kemudian jadi cikal bakal lahirnya teknologi tulisan sebagai penyampai informasi.

Seiring dengan perkembangan jaman, aktifitas penyampaian informasi memperluas penyebarannya dengan sangat menakjubkan, oleh karena itulah kemudian abad 21 disebut era teknologi informasi. Luasnya cakupan teknologi informasi diikuti oleh semakin majemuknya subyek dan obyek informasi yang kemudian menumbuhkan kebutuhan informasi sebagai bahan berkomunikasi. Disisi ini terjadi konvergensi aktifitas informasi kedalam aktifitas komunikasi ataupun sebaliknya sehingga tersebutlah istilah Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) atau bahsa kerennya ICT (Information and Communication Technology).

TIK dan Pembangunan

Kenyataan menunjukkan bahwa teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah membawa perubahan penting dalam perkembangan peradaban, terutama perekonomian dunia. Abad ke-21 diyakini menjadi era informasi-ekonomi (digital-economic) dengan ciri khas perdagangan yang memanfaatkan elektronika (electronic commerce). Kita tentu masih ingat boomingnya perusahaan dotcom di negeri ini!

Di sektor pembangunan terjadi pergeseran strategi pembangunan dari pembangunan industri menuju ke era informasi (information age). Pergeseran ini memberikan implikasi terhadap terjadinya proses transisi perekonomian dunia yang semula berbasiskan pada sumber daya (resource based economy) menjadi perekonomian yang berbasis pengetahuan (knowledge based economy).

Pembangunan TIK merupakan sumber terbentuknya iklim yang menjadi landasan bagi tumbuhnya kreativitas sumberdaya manusia, yang pada gilirannya dapat menjadi sumberdaya pertumbuhan dan daya saing ekonomi. Oleh karena itu, teknologi informasi dan komunikasi merupakan faktor yang memberikan kontribusi sangat signifikan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui peranannya yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi suatu bangsa.

TIK Masuk Desa

Dalam kerangka otonomi maka cluster pembangunan daerah yang paling penting dan sudah selayaknya menjadi perhatian, adalah pembangunan di perdesaan. Desa sebagai miniatur pemerintahan terkecil harus dijadikan basis pembangunan. Untuk itu pembangunan TIK juga seharusnya diarahkan ke perdesaan.

Keterbukaan informasi dan keleluasaan komunikasi akan mampu membuka keterisolasian desa. Kita tentu ingat sebelum televisi memasuki desa, betapa tertinggalnya masyarakat kita. Yang merasakan kemajuan hanyalah urang kuta sementara urang desa masih berkutat dengan kegelapan.

Dus ketika listrik masuk desa, televisi pun menjadi barang primadona sehingga menjadi kelengkapan utama rumah di desa-desa. Tuntutan akan perbaikan kesejahteraan pun semakin meningkat, sejurus dengan itu wawasan dan pengetahuan masyarakat desa semakin bertambah.

Mempertegas hal ini sebuah penelitian Tim dari Institut Teknologi Bandung, dimana hasilnya disampaikan pada Konferensi Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi untuk Indonesia di Bandung, merekomendasikan sebuah roadmap TIK nasional yang berorientasi di perdesaan. Adapun tahapan-tahapan konsep yang disusun dalam rekomendasi ini adalah Desa Perintis tahun 2005, Desa Berdering Terpadu 2010, Desa Online 2015, Desa Multimedia 2020 dan Masyarakat Informasi 2025.

Melihat matrik Program Pembangunan 2007 yang terdapat dalam Dokumen RPJM Nasional, pemerintah juga mengarahkan pembangunan sarana dan prasarana TIK ke perdesaan. Dibidang kelistrikan misalnya pemerintah menetapkan sasaran program pada usaha meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam pembangunan ketenagalistrikan di pedesaan.

Kemudian di bidang pos dan telekomunikasi pada tahun 2007 pemerintah pusat mencanangkan pembangunan baru fasilitas telekomunikasi sekurang-kurangnya 16 juta sambungan telepon tetap, 25 juta sambungan bergerak, dan 43 ribu sambungan di daerah perdesaan. Pembangunan fasilitas Community Acces Point di 45 ribu desa. Apabila rencana ini dapat terealisasi dan dilanjutkan secara konsisten maka impian terwujudnya masyarakat informasi 2025 bukanlah sebuah kemustahilan.

TIK Swadaya Rakyat

Salah satu jurus jitu mempercepat penetrasi TIK di perdesaan adalah mengembangkan solusi infrastruktur TIK murah, meriah dan sarat teknologi. Solusi seperti ini bukan lagi hal yang asing karena secara praktis telah dikembangkan para praktisi TIK Indonesia. Misalnya teknologi wireless Wajanbolic, yang diperkenalkan beberapa waktu lalu oleh Pakar teknologi informasi DR Onno W Purbo pada Workshop Wajan Bolic & Teknologi 4G di Banjarmasin, pada dasarnya adalah teknologi penguatan sinyal frekwensi 2,4GHz yang telah dibebaskan pemerintah pusat untuk dipergunakan masyarakat secara luas.

Kata Wajanbolic diambil dari persamaan kata Parabolic. Secara teknologi keduanya sama, namun disisi biaya jauh lebih murah Wajanbolic. Jika dihitung-hitung teknologi Wajanbolic, untuk standar harga sekarang, berkisar antara 200.000 sampai dengan 250.000 rupiah. Bandingkan dengan teknologi Parabolic, untuk harga antena saja mencapai 500.000 sampai 1.500.000. Wajanbolic mampu mengkoneksikan dua perangkat komputer yang letaknya berjauhan lebih dari 2 Km.

Dengan sedikit kreatifitas Wajan bisa pula diganti dengan kaleng, kotak susu, bahkan bekas daun pintu. Teknologi-teknologi seperti ini berkembang pesat di Indonesia mengalahkan perkembangannya diluar negeri, sampai-sampai banyak negara luar yang mengundang pakar-pakar rekayasa wireless dari Indonesia untuk dijadikan pemateri.

Yang penting pula dibahas adalah peran pemerintah khususnya pemerintah daerah mendukung pengembangan infrastruktur TIK Swadaya Rakyat. Peran pemerintah disini adalah sebagai regulator, stimulator dan motor yang berorientasi positif bagi pengembangan TIK di pedesaan.

Pemerintah daerah harus punya kebijakan yang jelas dan kondusif dalam bentuk program pengembangan infrastruktur aplikatif yang terukur. Penetapan program yang mampu mengedukasi masyarakat untuk mengerti pentingnya TIK bagi peningkatan kesejahteraan mereka. Memberikan kisi-kisi pemanfaatan sumber daya TIK bagi pengembangan perekonomian desa.

Pemerintah daerah harus memberikan stimulasi berupa kegiatan nyata seperti pembangunan titik-titik komunikasi atau Community Acces Point maupun Base Tranciever yang memadai secara teknis, serta melakukan edukasi pro aktif tentang TIK bagi masyarakat.

Sebagai motor tentunya lingkup pemerintah daerah sendiri harus terlebih dahulu menerapkan dan memanfaatkan TIK. Baik dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik maupun pelaksanaan pembangunan seperti yang diamanatkan dalam prinsip-prinsip Good Governance dan E-Government.

Tentunya tulisan ini hanyalah sekedar konsep tersurat yang mudah-mudahan dapat menjadi satu tawaran bagi peningkatan kesejahteraan rakyat melalui pembangunan berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Amin.

Samsul Ramli

Tim Teknologi Informasi dan Komunikasi Daerah (TIKDa) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Kabupaten Banjar

Readmore »»

Jumat, 25 April 2008

Teknologi Informasi, Bak Jamur di Musim Hujan

MENJAMURNYA mesin Anjung Tunai Mandiri (Automatic Teller Machine/ATM) yang disediakan oleh berbagai bank secara tidak langsung telah membawa masyarakat mengenal dan merasakan manfaat nyata dari teknologi informasi (TI). Banyak lagi produk bank yang berbasis teknologi informasi seperti telebanking, on line, kartu kredit, kartu debet dan smart card.

TI yang secara sederhana bisa dikatakan sebagai paduan antara teknologi komputer dan telekomunikasi, benar-benar dimanfaatkan sebagai salah satu alat penarik pelanggan. Jadi bukan sekedar latah kalau akhirnya tidak hanya bank yang memanfaatkan TI, lembaga nonbank pun juga melakukan hal yang serupa.

Perkembangan TI di Indonesia meningkat. Hal ini terindikasi dari perkembangan penjualan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software), menurut lembaga penelitian, pengembangan dan dokumentasi Infokomputer sampai tahun 1995 tercatat nilai penjualannya meningkat cukup besar dari 491,2 juta dolar AS pada tahun 1992 menjadi 542 juta dolar AS.

Kegairahan perusahaan memanfaatkan TI belum diimbangi dengan kemampuan sumber daya manusia (SDM) yang memadai, sehingga peran konsultan masih dominan.

Seiring dengan itu pengguna TI semakin memaksimalkan fungsi perangkat lunaknya. Tak hanya sekadar untuk keperluan administrasi, seperti mengetik namun justru mereka mempersenjatai perangkat kerasnya dengan berbagai perangkat lunak yang andal. Di perusahaan yang serius mengembangkan TI, komposisi investasi untuk perangkat keras dan perangkat lunaknya 30 persen : 70 persen.

Dan memang secara keseluruhan biaya investasi untuk TI sangat mahal, namun perlu diingat dia mempunyai potensi yang amat besar di masa mendatang. Seperti dikemukakan head of communications service group AT&T (American Telephone & Telegraph) perusahaan telekomunikasi terbesar di Amerika, Alex Mandl. "Kita mesti benar-benar menjadi terbaik dalam hal teknologi informasi, jika tidak mau susah".

Perusahaan jasa seperti perusahaan sekuritas, pialang properti, pariwisata, perkapalan, penerbangan, pendidikan, hingga penyelenggara seminar merupakan lahan potensial bagi penggunaan TI. Pelanggan tinggal hidupkan PC, pasang modem, sambungkan ke provider Internet, dan ketik alamat homepage perusahaan yang dituju maka seluruh informasi tersedia, baik berupa profil perusahaan, produk, biaya, fasilitas, dan lainnya.

Kesadaran membangun TI tidak hanya tumbuh di perusahaan besar seperti bank, tapi juga di perusahaan kecil. Koperasi Wanita Asih Sejati Pondok Labu, Jakarta Selatan contohnya, koperasi yang beranggotakan 1.600 anggota ibu rumah tangga dan umum ini memanfaatkan TI untuk menunjang usaha, hasilnya September tahun 1995 laba koperasi mampu mencapai Rp 100 juta lebih.

Namun, jangan gegabah dalam mengambil keputusan membentuk TI, harus diperhatikan dulu keseimbangan 4 hal: strategi, proses, TI dan SDM. Tak sedikit perusahaan yang akhirnya justru bermasalah setelah memasang TI, karena mengabaikan keseimbangan itu.

Contoh, ketidakseimbangan SDM dengan yang lainnya adalah ketika lembaga TI-nya rampung, sementara karyawan masih mengandalkan pola lama. Akibatnya proyek yang semula diharapkan mempermudah justru mempersulit pekerjaan. Maka sia-sialah investasi kita yang besar itu. samsul ramli/berbagai sumber
Readmore »»

Filosofi 'e' Dalam Government

Pada salah satu diskusi, seorang teman mempertanyakan mengapa dalam makalah, kalimat eGovernment selalu disusun tanpa tanda (-) diantara e dan Government. Jawaban saya memang relatif subyektif, tanda (-) dalam kalimat e-Government ketika dipersatukan menjadi satu kalimat yang utuh akan memunculkan pengertian kontradiktif yaitu elektronik tanpa government atau sebaliknya government tanpa elektronik.
Dengan menuliskan eGovernment secara utuh dan melekat maka pengertiannya, kurang lebih akan menunjukkan, bahwa government tidak akan lengkap tanpa elektronik (teknologi informasi). Dan elektronik (e) dituliskan dalam huruf kecil menandakan bahwa elektronik hanyalah alat pelengkap yang tidak dapat terpisahkan.
Di Indonesia sendiri, kelahiran eGovernment dibidani oleh Instruksi Presiden No. 3/2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Pemerintahan Secara Elektronik. INPRES ini merangsang lahirnya eGovernment di Indonesia. Sayangnya secara kualitatif dan kuantitatif, peranan eGovernment di dalam pemerintahan bagaikan riak – riak kecil di tengah gelombang besar laut.
Pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah masih terjebak dalam aplikasi – aplikasi dasar seperti pembuatan situs atau aplikasi proses yang sifatnya terputus – putus, sehingga dalam kehidupan sehari – hari tidak memberikan manfaat yang mendalam terhadap masyarakat.
Dalam rangka menunjang pembangunan, pengembangan, pemeliharaan dan implementasi sistern eGovernment yang membawa manfaat besar bagi kehidupan masyarakat, perlu perencanaan dalam penyelenggaraan eGovernment secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.

eGovernment dalam Konsep

Sementara itu ketika mempelajari penerapan eGovernment di Asia Pasifik, Clay G. Wescott salah seorang Pejabat Senior Asian Development Bank (ADB), mencoba menyusun sebuah definisi yang kemudian menjadi pengertian umum eGovernment, yaitu: “Penyelenggaraan pemerintahan berbasis elektronik (teknologi informasi dan komunikasi) untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi dan akuntabilitas kinerja pemerintah dalam hubungannya dengan masyarakat, komunitas bisnis, dan kelompok terkait lainnya menuju good governance”.
Dalam definisi diatas tersurat tujuan implementasi eGovernment adalah Good Governance melalui terselenggaranya komunikasi secara dua arah, antara :
  • Antara Pemerintah dengan Pemerintah (G to G), dalam rangka meningkatkan penyelenggaraan sistem administrasi pemerintahan.
  • Antara Pemerintah dengan Dunia Usaha (G to B); dalam rangka menumbuhkan partisipasi dunia usaha.
  • Antara Pemerintah dengan Masyarakat (G to C), dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.

Filosofi eProcurement dalam Kerangka eGovernment

Salah satu aplikasi yang populer saat ini adalah sistem electronic procurement atau sistim pengadaan barang jasa secara online. Sistem eProcurement menghubungkan government dengan business (G2B) secara transparan dan terbuka.
Dengan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa secara elektronik sebenarnya sedang dibangun suatu sistem perdagangan/bisnis global tanpa batas yang sering disebut sebgai eBusiness. Dengan implementasi eProcurement, sistem kolaborasi antara internet dan intranet dapat diwujudkan untuk memudahkan pekerjaan.
eGoverment dalam kaitan eBusiness sebenarnya berjantung pada eProcurement. Jika instansi Pemerintah menerapkan eProcurement, maka 5 tingkat pengembangan implementasi konsep eBusiness (5Cs) seperti konsep yang disampaikan oleh Haite/Bossart dalam bukunya “Internet fur Unternehmer” dapat terwujudkan sekaligus. Tingkat pengembangan implementasi konsep eBusiness tersebut seperti:
  • Connectivity, antara Penyedia barang/jasa, Panitia Pengadaan dan Pengguna Barang/Jasa (PPK) dapat online dalam menyelenggarakan proses pengadaan.
  • Commerce, bahwa terjadi proses transaksi antara penyedia barang/jasa dan pengguna (penawaran - persetujuan harga – kontrak), meskipun riil transaksi sampai dengan payment yang berbasis online baru dapat dilaksanakan kemudian.
  • Collaboration, dengan adanya database vendor ataupun barang/jasa (eSourcing) dan data pengguna, maka masing-masing stakeholder, sebenarnya sudah tercipta jaringan komunikasi data yang akan sangat menguntungkan guna mencapai tujuan masing-masing pihak.
  • Communities, dengan adanya implementasi eProcurement yang terintegrasi antar instansi maka dapat terbentuk komunitas antar stakeholder yang mempunyai kepentingan sama. Misalkan gagasan tentang “advance procurement forum” yang akan terinstall di tiap akses menu menuju eProcurement panitia pengadaan akan menciptakan komunikasi intens guna saling berbagi pengalaman antar panitia jika menghadapi permasalahan dalam proses pengadaan.

Filosofi eProcurement dalam Kerangka Good Governance

  • Transparancy, dengan transparansi akan diperoleh kepercayaan publik pada pemerintah. Selanjutnya jika masyarakat sudah percaya bahwa pajak yang mereka yang bayar dikelola dengan penuh tanggung jawab oleh Pemerintah maka masyarakat akan meningkat partisipasinya dalam proses pembangunan. Akhirnya dengan partisipasi publik yang tinggi dalam membangun daerahnya maka target kinerja instansi pemerintah sebagai instansi pelayanan publik akan meningkat.
  • Accountability, dengan akuntabilitas publik yang terjaga, PPK dan Panitia Pengadaan akan mempunyai back up administrasi yang kuat terhadap tuduhan-tuduhan KKN yang dapat dimunculkan sewaktu-waktu oleh elemen masyarakat.
Filosofi eProcurement dalam Kerangka Mekanisme Pasar

Filosofi lainnya adalah berusaha membangun pasar maya yang terbukti sangat efektif untuk memotong rantai distribusi yang panjang dari pemasok hulu sampai dengan pengguna akhir, menguntungkan negara karena bisa ada penghematan anggaran.
Kemudian mampu meminimalkan kebutuhan fisik suatu pasar/bisnis tradisional dalam bertransaksi seperti kebutuhan keberadaan toko, kebutuhan kertas sebagai barang bukti perjanjian atau alat bukti pembayaran yang sah, tanda tangan basah (materai), dll.
Yang terpenting pula sistem ini mampu memperluas kesempatan bagi para pemasok/penyedia barang/jasa untuk berpartisipasi memenuhi kebutuhan barang/jasa instansi pemerintah.
Dari sekian filosofi yang melekat pada sistem eProcurement menunjukkan bahwa 'e' didepan kata Procurement, menjadi paradigma baru dalam peningkatan kinerja sistem, yang selama ini dilakukan secara manual. Dan ini hanyalah salah satu dari banyak filosofi 'e' dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik.

· Aviva Bahasoan : Staff PT. Lang Padhmadana Luhur, IT Consultant
· Samsul Ramli : Administrator Sekretariat eProcurement Kab. Banjar
Readmore »»