Jumat, 16 Mei 2008

Sharring

Readmore »»

Minggu, 11 Mei 2008

Share Services

Jum'at lalu ada satu pembicaraan yang sangat menggelitik dibenak saya. Pembicaraan tersebut seputar pemanfaatan sistim informasi di lembaga pemerintahan. Pertanyaan yang muncul adalah kenapa didalam internal pemerintahan sendiri tidak ada platform yang sama dalam pemanfaatan teknologi informasi.

“Kenapa bagian atau unit kerja memiliki sistem masing-masing, kenapa tidak menggunakan satu sistem saja tapi dimanfaatkan secara bersama-sama”, demikian ringkasan pertanyaan yang bisa saya tangkap.

Sontak saja pertanyaan ini mengingatkan saya pada satu tulisan bapak Djoko Agung Harijadi, Direktur E-Government Depkominfo sekaligus Sekertaris DeTIKNas di salah satu media yang berjudul Share Services: Paradigma Baru E-Government. Tulisan tersebut mungkin lebih menitikberatkan Share Services terkait dengan fenomena maraknya tower BTS operator selular dan layanannya. Namun hakikatnya pola pikir atau paradigma Share Services dapat diterapkan pada pemanfaatan sumber daya teknologi informasi dan komunikasi (TIK) secara luas.

Gegap gempita TIK memang disambut meriah oleh semua kalangan termasuk unsur pemerintahan, namun apa lacur kalau kemudian gegap gempita ini menjadi sumur dalam pemborosan. Bayangkan, untuk satu sistem aplikasi saja biaya yang dikeluarkan mencapai ratusan juta atau bahkan milyaran rupiah.

Saya tidak bermaksud memandang murah sebuah hasil karya pikir si pembuat aplikasi. Karena apabila ditanya berapa harga sebuah aplikasi, maka saya akan juga mengajukan angka tinggi. Sebuah karya tidak bisa diukur dari output, namun justru dari proses yang panjang hingga bisa melahirkan karya itulah yang membuatnya menjadi sangat mahal.

Yang ditekankan pada tulisan ini adalah mengapa tidak satu sistem dimanfaatkan secara bersama-sama sehingga cukup satu sistem yang dibeli, namun dikembangkan dan dimanfaatkan secara bersama sehingga ada high value added bagi masing-masing pemakai.

Contoh kongkrit adalah aplikasi eProcurement yang kini diterapkan oleh Kabupaten Banjar dan telah berjalan dengan lancar. Konstruksi aplikasi eProcurement yang berbasis open source sebenarnya dapat dimanfaatkan secara bersama-sama baik secara internal maupun eksternal.

Secara internal, konstruksi aplikasi eProcurement yang berbasis PHP, Postgresql, Apache dan Linux base dapat dikembangkan bagi kepentingan SKPD lain seperti aplikasi perencanaan melalui eProject, aplikasi keuangan melalui eBudgeting, pengawasan melalui eControlling dan lainnya.

Dengan dimanfaatkannya konstruksi eProcurement maka tidak harus masing-masing SKPD menyediakan infrastruktur jaringan, server, hosting, koneksi dan lainnya secara terpisah-pisah. Dapat dibangun sebuah Single Sign On System atau satu pintu gerbang yang dapat mengantarkan pengguna pada jendela layanan mana saja. Tentu hal ini akan sangat memudahkan bagi seluruh pengguna dalam memanfaatkan sistem.

Secara eksternal, aplikasi eProcurement Kabupaten Banjar sebenarnya dapat dimanfaatkan secara bersama-sama oleh setiap kabupaten/kota dan unsur pemerintahan lain yang mempunyai kegiatan pengadaan barang dan jasa. Secara mudahnya mengapa aplikasi yang telah berjalan baik ini tidak kita jadikan pintu gerbang bagi seluruh proses pengadaan barang dan jasa pemerintahan di Kalimantan Selatan.

Disisi pengembangan tentu akan sangat efisien karena kabupaten/kota atau lembaga pemerintahan yang lain tidak harus melalui proses pengembangan dari A sampai Z, tapi cukup mulai melangkah dari V sampai Z saja, aplikasi telah dapat beroperasi.

Apabila Kabupaten Banjar memerlukan waktu sekitar 6 bulan untuk membangun aplikasi eProcurement hingga bisa berjalan seperti sekarang ini, maka kabupaten/kota yang berafiliasi dapat menjalankan sistem ini dalam waktu yang singkat. Bahkan saya dapat menjamin hanya dengan persiapan 1 bulan saja sudah bisa dijalankan dengan baik.

Dengan konsep share services aplikasi eProcurement, yang mendapatkan keuntungan tidak hanya pemerintah daerah namun juga pihak penyedia. Setiap penyedia tidak harus mendaftar atau verifikasi ke masing-masing kabupaten/kota untuk bisa mengikuti pelelangan. Cukup dengan mendaftar di kantor pelayanan setempat maka mereka akan dapat mengikuti seluruh pengadaan yang ada di Kalimantan Selatan. Ini kalau semua wilayah kabupaten/kota mau berafiliasi ke dalam satu sistem.

Yang jelas paradigma share services dapat mempercepat penetrasi pemanfaatan aplikasi eGovernment didalam masyarakat dan pada akhirnya masyarakat juga yang akan merasakan manfaatnya. Bukankah hakikat dari eGovernment adalah terciptanya pelayanan publik yang berkualitas dalam kerangka perwujudan Good Governance.

Tentu tidak hanya untuk aplikasi eProcurement saja paradigma share services ini bisa diterapkan. Hampir seluruh komponen pengembangan TIK dapat di push penetrasinya melalui paradigma ini. Pengembangan infrastruktur, misal pemakaian tower BTS bersama oleh masing-masing kabupaten/kota sehingga mampu menjadi tulang punggung infrastruktur TIK regional. Kemudian pengembangan aplikasi seperti pemakaian bersama aplikasi eProcurement. Dan terakhir pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), dengan adanya standarisasi pengembangan infrastruktur dan aplikasi yang digunakan secara bersama-sama maka pengembangan SDM dapat difokuskan pada standar tersebut pun juga metode pelatihan dan rekrutmen SDM TIK.

Kendala-Kendala Share Services

Setidaknya ada 3 kendala utama yang menghalangi terwujudnya paradigma share services. Kendala Pertama; tidak adanya dokumen perencanaan pengembangan TIK yang dapat dijadikan acuan baik oleh lembaga internal maupun eksternal. Hal ini menimbulkan “kebingungan” dari instansi pemerintah mau dibawa kemana pengembangan TIK.

Ini dapat dilihat dari carut marutnya pengembangan website masing-masing lembaga. Ada satu kabupaten/kota atau bahkan provinsi yang masing-masing SKPD-nya membangun website sendiri dan dengan dana masing-masing pula. Padahal dengan paradigma share services semestinya tidak terjadi. Ibarat pohon, sudah bukan saatnya lagi menanam pohon-pohon baru tapi saatnya menjaga agar satu pohon tumbuh dengan baik dan memberi manfaat bersama. Secara gitu lho, tumbuh itu keatas bukan kesamping!

Kendala kedua; sering saya sebut dengan E-Leadership. E disini bukan berarti elektronik seperti yang melekat pada eGovernment, tapi singkatan dari Ego Leadership. Salah satu dampak dari otonomi daerah adalah semakin tipisnya rasa kebersamaan antar pemimpin daerah atau pemegang kebijakan. Padahal hakikat dari otonomi daerah adalah prestasi pencapaian kesejahteraan masyarakat, bukannya pencapaian prestise. Jadi yang harus disadari dalam pengembangan eGovernment adalah tujuan bersama yaitu kesejahteraan masyarakat tanpa batasan wilayah. Unsur kompetitif tetap ada namun tidak mesti semua lalu bersama-sama menciptakan aplikasi serupa dan mengklaim adalah yang paling baik. Justru kompetisi akan terjadi berdasarkan competitive advantage daerah masing-masing.

Misal Sragen dengan Sistem Pelayanan Terpadunya, Kota Surabaya dengan eProcurement-nya, Jembrana dengan Sistem Pelayanan Kesehatannya dan banyak lagi. Mari kita usung bersama semua sistem yang baik ini menjadi flatform bersama sehingga muncul satu sistem yang benar-benar handal dan mampu mensejahterakan masyarakat. Tidak menutup kemungkinan sistem pelayanan terpadu Sragen justru disempurnakan oleh kabupaten/kota yang baru saja mengadopsi, untuk kemudian digunakan secara bersama lagi.

Kendala ketiga; paradigma profit oriented ataupun juga project oriented. Teramat sangat yakin saya apabila pengembangan eGovernment hanya dipandang dari sisi ini, maka akan sangat besar mudharatnya dibanding manfaatnya. Dan tidak akan ada yang namanya share atau pembagian dalam paradigma ini, yang ada hanya perkalian dan penjumlahan yang sama dengannya adalah pemborosan.

Tapi saya sangat yakin di saat bangsa kita memperingati 100 tahun Kebangkitan Nasional ini, masih banyak pemimpin daerah yang mampu menyingkirkan paradigma negatif dan mengusung paradigma positif ke dalam kebijakannya. Termasuk mengusung paradigma share services dalam pengembangan eGovernment demi terwujudnya kepemerintahan yang baik. Amin.

Tim TIKDA dan Administrator
Sekretariat Layanan eProcurement Kabupaten Banjar

(http://catatansamsulramli.blogspot.com)

Readmore »»

Kamis, 01 Mei 2008

Triangle eGovernment

Triangle atau segitiga biasanya dijadikan bentuk dasar dari tower antena pemancar. Hampir sebagian besar Base Tranciever Station (BTS) mengambil bentuk triangle. Kenapa bentuk ini yang menjadi dasar, jawabannya adalah karena susunan triangle sangat kokoh dan mampu meredam kencangnya hembusan angin dari setiap sudutnya. Lalu apa pula hubungannya dengan eGovernment?

Mungkin tidak akan diawal tulisan ini pertanyaan tersebut terjawab. Tapi ijinkanlah saya terlebih dahulu mencoba mengambil definisi eGovernment dari Clay G. Wescott, Pejabat Senior Asian Development Bank (ADB), yaitu “Penyelenggaraan pemerintahan berbasis elektronik (teknologi informasi dan komunikasi) adalah untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi dan akuntabilitas kinerja pemerintah dalam hubungannya dengan masyarakat, komunitas bisnis, dan kelompok terkait lainnya menuju good governance”.

Setidaknya ada 3 domain utama dalam manajemen yang kemudian menjadi tanggungjawab pemerintah berkaitan dengan pemanfaatan Teknlogi Informasi dan Telekomunikasi (TIK). Ketiga domain ini adalah Perencanaan (Planning), Pengorganisasian (Organizing) dan Pengawasan (Controlling).

Meskipun ada domain-domain lain dalam lingkup manajemen misalkan mengambil konsepnya Harold Koontz dan Cyril O’Donnel yang memasukkan unsur Actuating, Coordinating dan Commanding. Namun ketiga domain yang saya sebutkan di awal tadi akan sangat banyak menyerap TIK ke dalam prosesnya. Mari kita bahas satu persatu ketiga domain ini.

Mengartikan Mahluk bernama TIK

Oya, sebelum membahas tiga domain manajemen tersebut ada baiknya kita bahas secara sekilas pintas mahluk bernama TIK ini. Istilah ‘teknologi informasi’ mulai dipergunakan secara luas di pertengahan tahun 80-an. Teknologi ini awalnya berkembang dari ngetrendnya komputer. Dalam opini bertajuk “MERETAS IDE TEKNOLOGI INFORMASI MASUK DESA” diharian ini beberapa bulan lalu, saya sempat menterjemahkan arti dari TIK.

Dalam artikel tersebut saya tuliskan bahwa teknologi informasi dilihat dari kata penyusunnya adalah teknologi dan informasi. Jadi teknologi informasi adalah hasil rekayasa manusia terhadap proses penyampaian informasi secara lebih cepat, lebih luas sebarannya, lebih lama penyimpanannya.

Bahasa adalah basic teknologi yang mampu memudahkan informasi sampai kepada orang lain. Agar informasi dapat bertahan lama muncul teknologi gambar. Hasil dari teknologi gambar salah satunya adalah huruf alfabet dan arabic. Kedua komponen terakhir ini kemudian jadi cikal bakal lahirnya teknologi tulisan sebagai penyampai informasi.

Seiring dengan perkembangan jaman, teknik penyampaian informasi memperluas penyebarannya dengan sangat menakjubkan, ditambah lagi dengan laju penetrasi penggunaan komputer. Oleh karena itulah kemudian abad 21 disebut era teknologi informasi. Luasnya cakupan teknologi informasi diikuti oleh semakin majemuknya subyek dan obyek informasi yang kemudian menumbuhkan kebutuhan informasi sebagai bahan berkomunikasi. Disisi ini terjadi konvergensi aktifitas informasi kedalam aktifitas komunikasi ataupun sebaliknya sehingga tersebutlah istilah Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) atau bahasa kerennya ICT (Information and Communication Technology).

TIK dalam Perencanaan Pembangunan

Ok! sekarang kita masuk ke ranah bahasan awal. Planning atau perencanaan adalah sebuah tahapan proses mulai penyusunan program hingga wujud dalam bentuk kegiatan yang merupakan turunan dari usaha mewujudkan visi dan misi sebuah organisasi. Dalam lingkup pemerintahan maka planning adalah gambaran dari bagaimana suatu visi dan misi pemerintah akan dicapai.

Tentu sebuah proses perencanaan tidak akan bisa terlepas dari asupan data dan informasi yang didapat dari kondisi masa lalu, masa sekarang dan visi masa yang akan datang. Bagaimana kemudian TIK mengambil perannya dalam proses perencanaan? Sebuah pertanyaaan besar yang harus dijawab oleh TIK melalui sebuah Sistim Informasi Perencanaan Pembangunan.

Sepengetahuan saya ditingkat nasional telah ada sebuah sistem perencanaan yang digagas oleh Bappenas dan dinamakan Sistim Informasi Perencanaan Nasional (SIMRENAS) dan meungki turun ke aderah menjadi SIMREDA. Sistim ini berupaya mengumpulkan data pokok dari seluruh Kabupaten, Kota dan Provinsi untuk kemudian diharapkan dapat diolah menjadi informasi yang berharga bagi pemerintah pusat dalam menyusun perencanaan pembangunan nasional.

Seberapa efektif sistim ini tentu bukan wilayah saya untuk menilainya. Namun secara essensi sebuah sistem informasi harus mampu menyediakan semua asupan yang diperlukan bagi penyusunan rencana besar pembangunan daerah/wilayah. Maka dari itu validitas atau keabsahan data amatlah sangat penting.

Data tidak akan bunyi atau bermakna kalau belum dapat diolah menjadi satu informasi yang dibutuhkan. Untuk itu proses perencanaan membutuhkan suatu sistem informasi yang handal meliputi unsur validitas, akuntabilitas dan accessibilitas. Mampu melakukan proses pengumpulan, pengolahan dan penyajian data sesuai kebutuhan pemakai secara cepat dan tepat. Maka adalah satu kemustahilan kualitas perencanaan bisa berhasil dengan baik apabila asupan data yang didapat juga kurang “bergizi”.

TIK dalam Pengorganisasian Pelaksanaan Pembangunan

Domain kedua adalah organizing. Domain ini sebenarnya dapat juga mencakup coordinating, directing dan commanding sekaligus. Pengorganisasian ialah fungsi manajemen yang berhubungan dengan pembagian tugas dan bagaiamana suatu tugas dikerjakan dalam kerangka tim.

Pelaksanaan pembangunan bersifat terus-menerus dan tidak akan dapat terputus hanya dalam satu kurun waktu kegiatan, wilayah ataupun periode. Untuk mengorganisasikan komponen pemerintahan yang sedemikian besar memerlukan sumberdaya yang besar apabila dikerjakan secara tradisional atau manual. Disinilah kemudian TIK mengambil perannya.

TIK mampu memberikan fasilitas yang dibutuhkan oleh proses pengorganisasian lembaga pemerintahan. Fasilitas yang diberikan oleh TIK adalah mencakup unsur, seperti yang disampaikan oleh Haite/Bossart, connectivity atau keterhubungan, collaboration atau kolaborasi melalui terciptanya jaringan komunikasi data dan Communities atau komunitas.

Salah satu wujudnya adalah melalui pemanfaatan aplikasi eGroupware untuk melakukan proses pertemuan tanpa terikat waktu dan tempat. Simple-nya sih sepertti pemanfaatan email, chatting ataupun teleconfrence.

Atau juga melalui aplikasi eProcurement yang mampu mengorganisasikan sebuah proses pengadaan barang dan jasa dengan melibatkan komunitas besar ke dalam satu standarisasi sistem yang cepat, akurat, transparan dan accountabel.

TIK dalam Pengawasan Pembangunan

Controlling menurut saya merupakan perpaduan antara fungsi pengawasan dan pengendalian. Yaitu suatu proses untuk mengukur atau membandingkan konsep perencanaan yang telah disusun dengan pelaksanaan dilapangan, diharapkan nantinya tidak terjadi kesalahan atau penyimpangan.

Sudah menjadi asumsi umum bahwa tidak tercapainya kesejahteraan rakyat selama ini adalah rendahnya karena permaslahan kualitas pelaksanaan pembangunan, dimana salah satu faktor penentunya adalah rendahnya kualitas manajemen controlling.

Apabila dikaitkan dengan pelaksanaan pembangunan daerah maka dalam domain controlling akan juga terkait dengan akurasi data dan informasi, terutama mengenai keabsahan suatu dokumen pelaksanaan kegiatan pembangunan.

Disisi pengawas, ketersediaan data dan informasi yang akurat akan memudahkan unsur pengawasan dan pengendalian mendeteksi sebuah potensi kegagalan maupun penyimpangan pelaksanaan pekerjaan. Disisi lain bagi pelaksana, ketersediaan data dan informasi kegiatan yang terdokumentasi dengan baik akan dapat menghindarkannya dari dugaan penyimpangan dan penyebab kegagalan satu kegiatan.

Kembali saya mencontohkan aplikasi eProcurement yang saat ini dijalankan Pemkab Banjar, ini karena kebetulan saya bergelut didalamnya. Melalui aplikasi ini seluruh aktifitas pengadaan mulai dari pemasukan pekerjaan oleh penanggungjawab anggaran, pengadministrasian paket pekerjaan oleh panitia, aktifitas penyedia dalam proses pelelangan dan penunjukan pemenang oleh PPKm terpantau dalam sebuah log sistem yang mampu mencatat seluruh aktifitas dalam hitungan detik. Log sistem inilah yang akan mampu memberikan data dan informasi tentang adanya indikasi penyimpangan ataupun kegagalan sebuah proses pelelangan.

Nah, untuk melunasi hutang menjawab pertanyaan dialenia awal tentang hubungan antara triangleeGovernment. Saya hanya mengumpamakan ketiga domain sebagai satu kesatuan triangle yang tak terputus dalam prosesnya. Apabila eGovernment diumpamakan satu konstruksi BTS, maka ketiga domain berbasiskan TIK inilah yang menjadi triangle penyusunnya.

Layaknya tower BTS yang mengerucut keatas dan mampu berdiri kokoh ditengah terpaan angin, maka eGovernment diharapkan mampu menjadi sarana terwujudnya sebuah pemerintahan yang baik (Good Governance) dan akhirnya akan berimbas langsung pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Amin.
Readmore »»