Rabu, 30 Juli 2008

Paid Online Surveys - Top Opportunities In Free Sites by Alan Lim

Paid online surveys offer one of the easiest and best opportunities for income expansion of any of the home based business methods. Satisfactory income and reduced expenses combine to provide good profitability.

Paid online surveys have a number of positive aspects going for them. They provide income and decreased expenditures, of course, since you don't have to travel to your job; but they also provide a sense of job satisfaction that is hard to beat. You can do work that is not difficult and make money at levels that vary according to how complicated the survey is and how much time it requires to complete the survey. You don't have to answer to a boss that may or may not understand how you like to work. So long as you complete the survey within the required time, you will be compensated for your time.

Why pays for surveys

Two major sources provide paid online surveys. First, companies are interested in getting feedback about products or services that they provide. The best way to do so is to place the surveys online and pay people to complete surveys based on their experience with the service or with the product under discussion. The second major purchaser of surveys is for research projects completed by all levels of college and university studies. Often a doctoral dissertation will need many questionnaires completed and compiled in order to confirm or deny the hypothesis presented.

Why Companies Pay Big

Companies and academic research personnel are willing to cough up funds for paid online surveys, simply because it is a simple and efficient way to gather information needed to make decisions. Carefully designed questionnaires can help to compile information efficiently without hiring personnel to go door to door, or to do telephone calling. Surveys online factor in the needed demographic information so that only the individuals that fit a certain profile need by questioned further. This is a more economical method of obtaining the needed information for the project.

How to begin

The best way to get started with paid online surveys is to go to a web site that specializes in links to such information. These web sites can offer recommended companies or organizations that have a record for paying well and promptly. You can sign up to receive notification about many types of surveys, or only about those that fit your criteria. For example, you may want to receive only surveys that pay in cash. Others will want to receive those surveys that pay in cash or in merchandise. Whatever your choice is can be accommodated.

Revenue streams

Paid online surveys are a source of cash, merchandise and savings coupons or opportunities. Most people want to receive cash in hand for their efforts, but you should not be too quick to ignore the other opportunities offered by savings or by products. Either of these can be used to make your cash earning go further. Using coupons for products you normally purchase at the grocery store can save hundreds of dollars over a year's time. If you receive products as part payment for completed surveys, you can use the products as gifts or to replace things you would normally have had to pay cash for.
Readmore »»

Senin, 23 Juni 2008

Kunci Sukses Membangun Sistem eProcurement


Beberapa bulan terakhir, mungkin tepatnya 6 bulanan ini, Kota Banjarbaru dan Banjarmasin gencar diberitakan akan menerapkan sistem pengadaan barang/jasa pemerintahan melalui media elektronik atau dalam bahasa kerennya eProcurement. Tentu hal ini sangat menggembirakan, karena akhirnya Kabupaten Banjar tidak lagi sendirian dalam mengusung sistem eProcurement di Kalimantan Selatan.

Tidak lah terlalu penting siapa yang belakangan dan siapa yang duluan, yang terpenting adalah bagaimana sistem dapat bermanfaat dan mampu menjadi tonggak penopang tata pemerintahan yang baik.
Antusiasme Tri Banjar (Banjar, Banjarmasin dan Banjarbaru) menerapkan eProcurement, boleh disebut sebagai tonggak dimulainya era teknologi informasi 'sebenarnya' di Kalimantan Selatan. Kenapa saya sebut demikian? Ini karena kompleksitas sekaligus manfaat sistem yang digunakan.
eProcurement adalah sebuah sistem transaksi pengadaan barang/jasa pemerintahan yang melibatkan banyak pihak dalam domain yang berbeda, yaitu Government dan Business. Dalam unsur Government yang dilibatkan adalah pimpinan daerah, pengguna anggaran, pejabat pembuat komitmen dan panitia pengadaan. Dilingkungan business yang terlibat adalah seluruh penyedia barang/jasa yang mengakses sistem dan bertransaksi secara langsung, tidak lagi dibatasi ruang dan waktu.
Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (DETIKNAS) meletakkan eProcurement dalam salah satu dari 7 flagship pembangunan TIK Nasional. Ini menunjukkan bahwa eProcurement adalah isu nasional dan menjadi arah yang pasti. Kabarnya tahun 2009, sistem eProcurement akan diterapkan secara merata.
Perlu juga dalam tulisan ini saya sertakan 7 flagship secara singkat, sekalian membantu DETIKNAS mensosialisasikan program besar TIK bangsa kita. Pertama, E-Procurement. Kedua, E-Education yaitu pembangunan sistim elektronik berkaitan dengan pendidikan. Ketiga, E-Budgeting berkaitan dengan perbaikan tata kelola keuangan pemerintah melalui TIK. Keempat, National Single Windows yang berusaha membangun sistem satu pintu berkaitan dengan eksport dan import. Kelima, National Identity Number berkaitan dengan sistim informasi kependudukan yang bercita-cita membuat satu kode identitas untuk satu orang penduduk. Keenam adalah Palapa Ring yang akan menjadi tulang punggung infrastruktur jaringan data di seluruh nusantara. Terakhir yang ketujuh adalah Legal Software yang berusaha meminimalisir bahkan menghilangkan penggunaan aplikasi ilegal di Indonesia.
Semoga adanya 7 flagship ini memacu semangat dan optimisme pengimplementasian TIK. Seperti diutarakan Menkominfo, Mohammad Nuh, bahwa bukan saatnya lagi mempertanyakan perlu atau tidaknya TIK yang terpenting adalah bagaimana TIK bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat, bangsa dan negara. Saatnya IT berkerja! We make IT work!
Sangatlah disayangkan apabila masih ada paradigma pengembangan TIK yang lebih mengedepankan kekhawatiran atau boleh dibilang ketakutan terhadap dampak negatif TIK dibanding optimisme membangunnya. Seperti yang selalu mengemuka pada setiap sambutan atau berita resmi pemerintah provinsi Kalimantan Selatan berkaitan dengan implementasi TIK. Waspada boleh tapi kalau akibat waspada langkah akhirnya terhenti, apa kata dunia!
Mungkin kalimat ini terasa pedas namun tujuannya semata-mata untuk memberikan spirit agar kita tidak lagi ragu melangkah. Bukankah setiap dampak negatif dapat diatasi dengan perencanaan yang baik dan komprehensif. Mari terapkan manajemen resiko untuk meminimalisir dampak negatif dan menggali positive impact yang sebesar-besarnya.
Berhasilnya pembangunan TIK bertumpu pada pelaksanaan dan perencanaan tiga sumber daya TIK yaitu infrastruktur, aplikasi dan sumber daya manusia (SDM). Lemahnya perencanaan pemanfaatan sumber daya TIK berdampak negatif terhadap citra pengembangan TIK yang terkesan mahal, boros, tidak efisien dan terlalu eksklusif.

Tips Sukses Menjalankan Sistem eProcurement

Kembali ke sistem eProcurement. Sistem ini diyakini mampu meminimalisir kolusi, korupsi dan nepotisme dalam sistem pengadaan barang dan jasa pemerintahan. Hampir 80% kasus korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selalu berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa pemerintahan. eProcurement lebih mengedepankan transparansi, kepastian dan terbukanya persaingan usaha yang sehat.
Sistem yang sangat bagus ini akan terjangkiti stigma negatif apabila tidak dilandasi oleh perencanaan matang. Ingat eProcurement tidak sama dengan membangun website ansich, tapi lebih jauh dari itu. eProcurement tidak hanya terkait dengan hal-hal teknis seperti infrastruktur, keindahan layout dan lainnya. eProcurement menitikberatkan pada kualitas proses bisnis dan regulasi.
Dari pengalaman yang ada, khusus berkaitan dengan eProcurement, ada beberapa tips penting buat daerah yang ingin menjalankan sistem ini dengan baik.
Tips pertama, adanya good will yang kuat dari pimpinan puncak dalam hal ini Bupati/Walikota dan DPRD. Dalam teori TIK diistilahkan dengan eLeadership. Betapapun besarnya keinginan dan tekad para pelaksana untuk menjalankan sistem, kalau komitmen pimpinan puncak tidak kuat, maka sistem eProcurement tidak bisa dijalankan.
Ingat! Banyak tradisi yang akan hilang seperti sempitnya peluang arisan proyek, jegal-menjegal, penjualan dokumen dan lain sebagainya. Apabia komitmen eLeadership tinggi maka hal-hal ini tentu bukan penghalang.
Contoh Bogor yang sudah menerapkan eProcurement selama satu tahun dan mampu melakukan penghematan anggaran secara signifikan, harus terhenti hanya karena kurangnya komitmen beberapa pihak untuk melakukan perbaikan. Masih banyak contoh lain.
Tips Kedua, adanya kemauan dan keyakinan yang besar dari seluruh komponen pelaksana sistem. Positive common will seluruh stake holder menjadi salah satu faktor penentu. Meskipun eLeadership tinggi namun mendapat perlawanan laten dari komponen staf maupun pelaksana maka sistem tidak akan berjalan secara maksimal. Yang harus dilakukan adalah membangun kesadaran bersama akan manfaat yang dibawa sistem.
Tips Ketiga, struktur organisasional pelaksana. Dalam komposisi pelaksana sistem eProcurement sebaiknya komposisi praktisi pengadaan barang/jasa lebih banyak dari komposisi tenaga TIK. Komposisi yang ideal adalah 70% praktisi pengadaan, 30% tenaga TIK.
Yang sering salah adalah mentang-mentang sarat unsur TIK maka yang mendominasi adalah tenaga TIK sedangkan praktisi pengadaan sama sekali tidak mau ambil pusing. Hal ini mengakibatkan ketimpangan. Sistem eProcuremen sarat dengan proses bisnis berkaitan dengan regulasi pengadaan yang dapat membawa implikasi hukum, untuk itu jangan sampai segala kesalahan ditimpakan pada sistem dan pengelola TIK. Hal ini membuat kredibilitas sistem terganggu. Yang terpenting adalah praktisi pengadaan yang memahami TIK bukan tenaga TIK yang harus mengerti detail proses pengadaan.
Tips yang terakhir adalah perubahan pola pikir dari pola ningrat ke arah pola pelayanan atau public services. Sistem ini sangat tergantung pada kemampuan komponen pelaksana dalam memberikan pelayanan maksimal.
Bukankah kesejahteraan akan dapat terwujud apabila tata kelola pemerintahannya baik. Good Governance dapat terwujud kalau pelayanan publik berjalan dengan maksimal dan salah satu caranya dengan memanfaatkan TIK.
Readmore »»

Jumat, 16 Mei 2008

Sharring

Readmore »»

Minggu, 11 Mei 2008

Share Services

Jum'at lalu ada satu pembicaraan yang sangat menggelitik dibenak saya. Pembicaraan tersebut seputar pemanfaatan sistim informasi di lembaga pemerintahan. Pertanyaan yang muncul adalah kenapa didalam internal pemerintahan sendiri tidak ada platform yang sama dalam pemanfaatan teknologi informasi.

“Kenapa bagian atau unit kerja memiliki sistem masing-masing, kenapa tidak menggunakan satu sistem saja tapi dimanfaatkan secara bersama-sama”, demikian ringkasan pertanyaan yang bisa saya tangkap.

Sontak saja pertanyaan ini mengingatkan saya pada satu tulisan bapak Djoko Agung Harijadi, Direktur E-Government Depkominfo sekaligus Sekertaris DeTIKNas di salah satu media yang berjudul Share Services: Paradigma Baru E-Government. Tulisan tersebut mungkin lebih menitikberatkan Share Services terkait dengan fenomena maraknya tower BTS operator selular dan layanannya. Namun hakikatnya pola pikir atau paradigma Share Services dapat diterapkan pada pemanfaatan sumber daya teknologi informasi dan komunikasi (TIK) secara luas.

Gegap gempita TIK memang disambut meriah oleh semua kalangan termasuk unsur pemerintahan, namun apa lacur kalau kemudian gegap gempita ini menjadi sumur dalam pemborosan. Bayangkan, untuk satu sistem aplikasi saja biaya yang dikeluarkan mencapai ratusan juta atau bahkan milyaran rupiah.

Saya tidak bermaksud memandang murah sebuah hasil karya pikir si pembuat aplikasi. Karena apabila ditanya berapa harga sebuah aplikasi, maka saya akan juga mengajukan angka tinggi. Sebuah karya tidak bisa diukur dari output, namun justru dari proses yang panjang hingga bisa melahirkan karya itulah yang membuatnya menjadi sangat mahal.

Yang ditekankan pada tulisan ini adalah mengapa tidak satu sistem dimanfaatkan secara bersama-sama sehingga cukup satu sistem yang dibeli, namun dikembangkan dan dimanfaatkan secara bersama sehingga ada high value added bagi masing-masing pemakai.

Contoh kongkrit adalah aplikasi eProcurement yang kini diterapkan oleh Kabupaten Banjar dan telah berjalan dengan lancar. Konstruksi aplikasi eProcurement yang berbasis open source sebenarnya dapat dimanfaatkan secara bersama-sama baik secara internal maupun eksternal.

Secara internal, konstruksi aplikasi eProcurement yang berbasis PHP, Postgresql, Apache dan Linux base dapat dikembangkan bagi kepentingan SKPD lain seperti aplikasi perencanaan melalui eProject, aplikasi keuangan melalui eBudgeting, pengawasan melalui eControlling dan lainnya.

Dengan dimanfaatkannya konstruksi eProcurement maka tidak harus masing-masing SKPD menyediakan infrastruktur jaringan, server, hosting, koneksi dan lainnya secara terpisah-pisah. Dapat dibangun sebuah Single Sign On System atau satu pintu gerbang yang dapat mengantarkan pengguna pada jendela layanan mana saja. Tentu hal ini akan sangat memudahkan bagi seluruh pengguna dalam memanfaatkan sistem.

Secara eksternal, aplikasi eProcurement Kabupaten Banjar sebenarnya dapat dimanfaatkan secara bersama-sama oleh setiap kabupaten/kota dan unsur pemerintahan lain yang mempunyai kegiatan pengadaan barang dan jasa. Secara mudahnya mengapa aplikasi yang telah berjalan baik ini tidak kita jadikan pintu gerbang bagi seluruh proses pengadaan barang dan jasa pemerintahan di Kalimantan Selatan.

Disisi pengembangan tentu akan sangat efisien karena kabupaten/kota atau lembaga pemerintahan yang lain tidak harus melalui proses pengembangan dari A sampai Z, tapi cukup mulai melangkah dari V sampai Z saja, aplikasi telah dapat beroperasi.

Apabila Kabupaten Banjar memerlukan waktu sekitar 6 bulan untuk membangun aplikasi eProcurement hingga bisa berjalan seperti sekarang ini, maka kabupaten/kota yang berafiliasi dapat menjalankan sistem ini dalam waktu yang singkat. Bahkan saya dapat menjamin hanya dengan persiapan 1 bulan saja sudah bisa dijalankan dengan baik.

Dengan konsep share services aplikasi eProcurement, yang mendapatkan keuntungan tidak hanya pemerintah daerah namun juga pihak penyedia. Setiap penyedia tidak harus mendaftar atau verifikasi ke masing-masing kabupaten/kota untuk bisa mengikuti pelelangan. Cukup dengan mendaftar di kantor pelayanan setempat maka mereka akan dapat mengikuti seluruh pengadaan yang ada di Kalimantan Selatan. Ini kalau semua wilayah kabupaten/kota mau berafiliasi ke dalam satu sistem.

Yang jelas paradigma share services dapat mempercepat penetrasi pemanfaatan aplikasi eGovernment didalam masyarakat dan pada akhirnya masyarakat juga yang akan merasakan manfaatnya. Bukankah hakikat dari eGovernment adalah terciptanya pelayanan publik yang berkualitas dalam kerangka perwujudan Good Governance.

Tentu tidak hanya untuk aplikasi eProcurement saja paradigma share services ini bisa diterapkan. Hampir seluruh komponen pengembangan TIK dapat di push penetrasinya melalui paradigma ini. Pengembangan infrastruktur, misal pemakaian tower BTS bersama oleh masing-masing kabupaten/kota sehingga mampu menjadi tulang punggung infrastruktur TIK regional. Kemudian pengembangan aplikasi seperti pemakaian bersama aplikasi eProcurement. Dan terakhir pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), dengan adanya standarisasi pengembangan infrastruktur dan aplikasi yang digunakan secara bersama-sama maka pengembangan SDM dapat difokuskan pada standar tersebut pun juga metode pelatihan dan rekrutmen SDM TIK.

Kendala-Kendala Share Services

Setidaknya ada 3 kendala utama yang menghalangi terwujudnya paradigma share services. Kendala Pertama; tidak adanya dokumen perencanaan pengembangan TIK yang dapat dijadikan acuan baik oleh lembaga internal maupun eksternal. Hal ini menimbulkan “kebingungan” dari instansi pemerintah mau dibawa kemana pengembangan TIK.

Ini dapat dilihat dari carut marutnya pengembangan website masing-masing lembaga. Ada satu kabupaten/kota atau bahkan provinsi yang masing-masing SKPD-nya membangun website sendiri dan dengan dana masing-masing pula. Padahal dengan paradigma share services semestinya tidak terjadi. Ibarat pohon, sudah bukan saatnya lagi menanam pohon-pohon baru tapi saatnya menjaga agar satu pohon tumbuh dengan baik dan memberi manfaat bersama. Secara gitu lho, tumbuh itu keatas bukan kesamping!

Kendala kedua; sering saya sebut dengan E-Leadership. E disini bukan berarti elektronik seperti yang melekat pada eGovernment, tapi singkatan dari Ego Leadership. Salah satu dampak dari otonomi daerah adalah semakin tipisnya rasa kebersamaan antar pemimpin daerah atau pemegang kebijakan. Padahal hakikat dari otonomi daerah adalah prestasi pencapaian kesejahteraan masyarakat, bukannya pencapaian prestise. Jadi yang harus disadari dalam pengembangan eGovernment adalah tujuan bersama yaitu kesejahteraan masyarakat tanpa batasan wilayah. Unsur kompetitif tetap ada namun tidak mesti semua lalu bersama-sama menciptakan aplikasi serupa dan mengklaim adalah yang paling baik. Justru kompetisi akan terjadi berdasarkan competitive advantage daerah masing-masing.

Misal Sragen dengan Sistem Pelayanan Terpadunya, Kota Surabaya dengan eProcurement-nya, Jembrana dengan Sistem Pelayanan Kesehatannya dan banyak lagi. Mari kita usung bersama semua sistem yang baik ini menjadi flatform bersama sehingga muncul satu sistem yang benar-benar handal dan mampu mensejahterakan masyarakat. Tidak menutup kemungkinan sistem pelayanan terpadu Sragen justru disempurnakan oleh kabupaten/kota yang baru saja mengadopsi, untuk kemudian digunakan secara bersama lagi.

Kendala ketiga; paradigma profit oriented ataupun juga project oriented. Teramat sangat yakin saya apabila pengembangan eGovernment hanya dipandang dari sisi ini, maka akan sangat besar mudharatnya dibanding manfaatnya. Dan tidak akan ada yang namanya share atau pembagian dalam paradigma ini, yang ada hanya perkalian dan penjumlahan yang sama dengannya adalah pemborosan.

Tapi saya sangat yakin di saat bangsa kita memperingati 100 tahun Kebangkitan Nasional ini, masih banyak pemimpin daerah yang mampu menyingkirkan paradigma negatif dan mengusung paradigma positif ke dalam kebijakannya. Termasuk mengusung paradigma share services dalam pengembangan eGovernment demi terwujudnya kepemerintahan yang baik. Amin.

Tim TIKDA dan Administrator
Sekretariat Layanan eProcurement Kabupaten Banjar

(http://catatansamsulramli.blogspot.com)

Readmore »»

Kamis, 01 Mei 2008

Triangle eGovernment

Triangle atau segitiga biasanya dijadikan bentuk dasar dari tower antena pemancar. Hampir sebagian besar Base Tranciever Station (BTS) mengambil bentuk triangle. Kenapa bentuk ini yang menjadi dasar, jawabannya adalah karena susunan triangle sangat kokoh dan mampu meredam kencangnya hembusan angin dari setiap sudutnya. Lalu apa pula hubungannya dengan eGovernment?

Mungkin tidak akan diawal tulisan ini pertanyaan tersebut terjawab. Tapi ijinkanlah saya terlebih dahulu mencoba mengambil definisi eGovernment dari Clay G. Wescott, Pejabat Senior Asian Development Bank (ADB), yaitu “Penyelenggaraan pemerintahan berbasis elektronik (teknologi informasi dan komunikasi) adalah untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi dan akuntabilitas kinerja pemerintah dalam hubungannya dengan masyarakat, komunitas bisnis, dan kelompok terkait lainnya menuju good governance”.

Setidaknya ada 3 domain utama dalam manajemen yang kemudian menjadi tanggungjawab pemerintah berkaitan dengan pemanfaatan Teknlogi Informasi dan Telekomunikasi (TIK). Ketiga domain ini adalah Perencanaan (Planning), Pengorganisasian (Organizing) dan Pengawasan (Controlling).

Meskipun ada domain-domain lain dalam lingkup manajemen misalkan mengambil konsepnya Harold Koontz dan Cyril O’Donnel yang memasukkan unsur Actuating, Coordinating dan Commanding. Namun ketiga domain yang saya sebutkan di awal tadi akan sangat banyak menyerap TIK ke dalam prosesnya. Mari kita bahas satu persatu ketiga domain ini.

Mengartikan Mahluk bernama TIK

Oya, sebelum membahas tiga domain manajemen tersebut ada baiknya kita bahas secara sekilas pintas mahluk bernama TIK ini. Istilah ‘teknologi informasi’ mulai dipergunakan secara luas di pertengahan tahun 80-an. Teknologi ini awalnya berkembang dari ngetrendnya komputer. Dalam opini bertajuk “MERETAS IDE TEKNOLOGI INFORMASI MASUK DESA” diharian ini beberapa bulan lalu, saya sempat menterjemahkan arti dari TIK.

Dalam artikel tersebut saya tuliskan bahwa teknologi informasi dilihat dari kata penyusunnya adalah teknologi dan informasi. Jadi teknologi informasi adalah hasil rekayasa manusia terhadap proses penyampaian informasi secara lebih cepat, lebih luas sebarannya, lebih lama penyimpanannya.

Bahasa adalah basic teknologi yang mampu memudahkan informasi sampai kepada orang lain. Agar informasi dapat bertahan lama muncul teknologi gambar. Hasil dari teknologi gambar salah satunya adalah huruf alfabet dan arabic. Kedua komponen terakhir ini kemudian jadi cikal bakal lahirnya teknologi tulisan sebagai penyampai informasi.

Seiring dengan perkembangan jaman, teknik penyampaian informasi memperluas penyebarannya dengan sangat menakjubkan, ditambah lagi dengan laju penetrasi penggunaan komputer. Oleh karena itulah kemudian abad 21 disebut era teknologi informasi. Luasnya cakupan teknologi informasi diikuti oleh semakin majemuknya subyek dan obyek informasi yang kemudian menumbuhkan kebutuhan informasi sebagai bahan berkomunikasi. Disisi ini terjadi konvergensi aktifitas informasi kedalam aktifitas komunikasi ataupun sebaliknya sehingga tersebutlah istilah Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) atau bahasa kerennya ICT (Information and Communication Technology).

TIK dalam Perencanaan Pembangunan

Ok! sekarang kita masuk ke ranah bahasan awal. Planning atau perencanaan adalah sebuah tahapan proses mulai penyusunan program hingga wujud dalam bentuk kegiatan yang merupakan turunan dari usaha mewujudkan visi dan misi sebuah organisasi. Dalam lingkup pemerintahan maka planning adalah gambaran dari bagaimana suatu visi dan misi pemerintah akan dicapai.

Tentu sebuah proses perencanaan tidak akan bisa terlepas dari asupan data dan informasi yang didapat dari kondisi masa lalu, masa sekarang dan visi masa yang akan datang. Bagaimana kemudian TIK mengambil perannya dalam proses perencanaan? Sebuah pertanyaaan besar yang harus dijawab oleh TIK melalui sebuah Sistim Informasi Perencanaan Pembangunan.

Sepengetahuan saya ditingkat nasional telah ada sebuah sistem perencanaan yang digagas oleh Bappenas dan dinamakan Sistim Informasi Perencanaan Nasional (SIMRENAS) dan meungki turun ke aderah menjadi SIMREDA. Sistim ini berupaya mengumpulkan data pokok dari seluruh Kabupaten, Kota dan Provinsi untuk kemudian diharapkan dapat diolah menjadi informasi yang berharga bagi pemerintah pusat dalam menyusun perencanaan pembangunan nasional.

Seberapa efektif sistim ini tentu bukan wilayah saya untuk menilainya. Namun secara essensi sebuah sistem informasi harus mampu menyediakan semua asupan yang diperlukan bagi penyusunan rencana besar pembangunan daerah/wilayah. Maka dari itu validitas atau keabsahan data amatlah sangat penting.

Data tidak akan bunyi atau bermakna kalau belum dapat diolah menjadi satu informasi yang dibutuhkan. Untuk itu proses perencanaan membutuhkan suatu sistem informasi yang handal meliputi unsur validitas, akuntabilitas dan accessibilitas. Mampu melakukan proses pengumpulan, pengolahan dan penyajian data sesuai kebutuhan pemakai secara cepat dan tepat. Maka adalah satu kemustahilan kualitas perencanaan bisa berhasil dengan baik apabila asupan data yang didapat juga kurang “bergizi”.

TIK dalam Pengorganisasian Pelaksanaan Pembangunan

Domain kedua adalah organizing. Domain ini sebenarnya dapat juga mencakup coordinating, directing dan commanding sekaligus. Pengorganisasian ialah fungsi manajemen yang berhubungan dengan pembagian tugas dan bagaiamana suatu tugas dikerjakan dalam kerangka tim.

Pelaksanaan pembangunan bersifat terus-menerus dan tidak akan dapat terputus hanya dalam satu kurun waktu kegiatan, wilayah ataupun periode. Untuk mengorganisasikan komponen pemerintahan yang sedemikian besar memerlukan sumberdaya yang besar apabila dikerjakan secara tradisional atau manual. Disinilah kemudian TIK mengambil perannya.

TIK mampu memberikan fasilitas yang dibutuhkan oleh proses pengorganisasian lembaga pemerintahan. Fasilitas yang diberikan oleh TIK adalah mencakup unsur, seperti yang disampaikan oleh Haite/Bossart, connectivity atau keterhubungan, collaboration atau kolaborasi melalui terciptanya jaringan komunikasi data dan Communities atau komunitas.

Salah satu wujudnya adalah melalui pemanfaatan aplikasi eGroupware untuk melakukan proses pertemuan tanpa terikat waktu dan tempat. Simple-nya sih sepertti pemanfaatan email, chatting ataupun teleconfrence.

Atau juga melalui aplikasi eProcurement yang mampu mengorganisasikan sebuah proses pengadaan barang dan jasa dengan melibatkan komunitas besar ke dalam satu standarisasi sistem yang cepat, akurat, transparan dan accountabel.

TIK dalam Pengawasan Pembangunan

Controlling menurut saya merupakan perpaduan antara fungsi pengawasan dan pengendalian. Yaitu suatu proses untuk mengukur atau membandingkan konsep perencanaan yang telah disusun dengan pelaksanaan dilapangan, diharapkan nantinya tidak terjadi kesalahan atau penyimpangan.

Sudah menjadi asumsi umum bahwa tidak tercapainya kesejahteraan rakyat selama ini adalah rendahnya karena permaslahan kualitas pelaksanaan pembangunan, dimana salah satu faktor penentunya adalah rendahnya kualitas manajemen controlling.

Apabila dikaitkan dengan pelaksanaan pembangunan daerah maka dalam domain controlling akan juga terkait dengan akurasi data dan informasi, terutama mengenai keabsahan suatu dokumen pelaksanaan kegiatan pembangunan.

Disisi pengawas, ketersediaan data dan informasi yang akurat akan memudahkan unsur pengawasan dan pengendalian mendeteksi sebuah potensi kegagalan maupun penyimpangan pelaksanaan pekerjaan. Disisi lain bagi pelaksana, ketersediaan data dan informasi kegiatan yang terdokumentasi dengan baik akan dapat menghindarkannya dari dugaan penyimpangan dan penyebab kegagalan satu kegiatan.

Kembali saya mencontohkan aplikasi eProcurement yang saat ini dijalankan Pemkab Banjar, ini karena kebetulan saya bergelut didalamnya. Melalui aplikasi ini seluruh aktifitas pengadaan mulai dari pemasukan pekerjaan oleh penanggungjawab anggaran, pengadministrasian paket pekerjaan oleh panitia, aktifitas penyedia dalam proses pelelangan dan penunjukan pemenang oleh PPKm terpantau dalam sebuah log sistem yang mampu mencatat seluruh aktifitas dalam hitungan detik. Log sistem inilah yang akan mampu memberikan data dan informasi tentang adanya indikasi penyimpangan ataupun kegagalan sebuah proses pelelangan.

Nah, untuk melunasi hutang menjawab pertanyaan dialenia awal tentang hubungan antara triangleeGovernment. Saya hanya mengumpamakan ketiga domain sebagai satu kesatuan triangle yang tak terputus dalam prosesnya. Apabila eGovernment diumpamakan satu konstruksi BTS, maka ketiga domain berbasiskan TIK inilah yang menjadi triangle penyusunnya.

Layaknya tower BTS yang mengerucut keatas dan mampu berdiri kokoh ditengah terpaan angin, maka eGovernment diharapkan mampu menjadi sarana terwujudnya sebuah pemerintahan yang baik (Good Governance) dan akhirnya akan berimbas langsung pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Amin.
Readmore »»

Rabu, 30 April 2008

Penting dan Tidak Penting ala Onno dan Drucker

Bukan satu kebetulan ”mungkin” beberapa hari sebelum mengikuti Workshop Aplikasi Wajan Bolic Untuk Optimalisasi Penangkapan Signal Internet & HP 4G Tanpa Simcard yang menampilkan salah satu pejuang teknologi informasi kondang negeri ini, DR Onno W Purbo di Banjarmasin, saya membeli buku Classic Drucker.
Didalam buku ini hampir seluruhnya mengisahkan pemikiran-pemikiran brillian dari Bapak Manajemen Dunia Peter F Drucker yang pernah dipublikasikan di media bisnis internasional ternama Harvard Business Review. Tapi tulisan ini bukan ingin bercerita tentang keseluruhan buku Drucker, karena saya belum khatam membacanya. :)

Lalu, apa hubungannya bapak manajemen dunia dengan Bapak Onno yang jelas-jelas beda piring nasinya?? Dan dimana pula muncul kata bukan satu kebetulan itu??

Ok, saya akan coba jelaskan satu-satu.

Pertama. Pada Pendahuluan buku Classic Drucker alinea ketiga, tertulis kutipan lama Drucker – tahun 1963 — yang berbunyi, ”Tidak ada yang lebih sia-sia selain melakukan pekerjaan dengan efisien padahal pekerjaan itu sebetulnya tidak perlu dilakukan sama sekali”. Kutipan usang ini, karena sudah ditulis Drucker 44 tahun yang lalu, mengajak kita untuk berhenti sejenak ditengah rutinitas. Kemudian meninjau ulang jejak yang telah kita toreh baik dalam pekerjaan maupun dalam hidup.
Apakah benar kita telah melakukan hal yang betul-betul penting? Jangan-jangan saking seriusnya kita dengan sesuatu, bahkan mengerjakannya dengan kualitas efisien dan efektif yang tak diragukan, hanya untuk pekerjaan yang sebenarnya tidak terlalu penting!
So, hubungan dengan workshopnya Pak Onno adalah bahwa saya kemudian tersadar, paling tidak dalam asumsi pikir pribadi, Pak Onno dengan konsep perjuangannya mencerdaskan Indonesia melalui pembebasan penguasaan teknologi informasi, berusaha melepaskan hal-hal yang ”tidak penting” dalam pengelolaan kebijakan teknologi informasi di negeri ini. Termasuk juga melepaskan pola pikir generic bahwa teknologi informasi itu mahal dan mewah.

Buktinya! Sebuah teknologi tingkat tinggi di sosialisasikan hanya dengan dengan menggunakan sebuah wajan atau rinjing. Singkatnya seorang Doktor keliling-Indonesia bahkan negara tetangga hanya untuk jualan rinjing?! Gak penting banget gitu lo!

Bagi segelintir orang mungkin seperti itu. Tapi dibalik itu semua Pak Onno dan kawan-kawan berupaya melepaskan kulit dari kacangnya dan mengajak kita bersama berkonsentrasi untuk menikmati kacangnya (Ini kok malah cerita kacang J). Teknologi Informasi bukanlah satu hal yang mewah. Tidak harus menggunakan parabola yang mentereng, cukup sedikit kreatifitas di ulek sedikit dengan rumus matematis plus beberapa alat penunjang yang relatif murah dan mudah didapatkan, kemudian siap dimasukkan ke Penggorengan yaitu rinjing buatan orang Nagara –HSS— seharga 35 ribu. (Nah ini soal masak-memasak lagi L)

Dengan alat yang disebut Wajanbolic, kalo bahasa Banjar-nya Rinjingbolic diambil dari persamaan kata Parabolic (parabola), kita sudah bisa menangkap signal wireless dan kemudian terhubung dengan jaringan baik itu intranet maupun internet. Konsekwensi dari itu, secara sederhana, kita sudah bisa menghubungkan komputer kita dengan komputer yang jaraknya berjauhan, bisa lebih 3 Km atau bahkan ribuan kilometer, antar kota, antar provinsi bahkan antar negara tanpa harus membentangkan kabel yang puanjang sekali. Bayangkan! Hanya dengan perantara sebuah Rinjing kita bisa berkomunikasi secara global. Kedigdayaan Onno cs tidak sampai disitu, mereka bahkan bisa menggunakan barang-barang tidak penting menjadi perantara yang amat penting, seperti kaleng, rangka jendela, tutup panci, kotak minuman dan lain sebagainya. Pinter bukan?!

Setelah bisa terkoneksi dengan dunia global via internet, kita juga diajak membuat Telkom Pribadi, ingat Telkom bukan telepon! Dengan membuat telkom pribadi maka kita dalam komunitas kecil satu kantor, satu RT, satu RW dapat bertelepon ria sebebas-bebasnya tanpa takut dapat tagihan pulsa yang besar. Bahkan menggunakan pesawat telepon biasa kita bisa berkomunikasi dengan rekan diseluruh dunia hanya dengan pulsa lokal yang super murah dan flat lagi. (Tentang ini insya Allah akan saya muat dalam tulisan tersendiri).

Kita bisa mengkalkulasi sendiri berapa besar modal pemerintah membangun perusahaan sebesar Telkom?. Sementara dengan teknologi yang sederhana dan aplikasi gratisan, karena berbasis open source, ternyata kita bisa bikin Telkom sendiri. Hebat bukan.

Disini jelas relevansi pemikiran Peter F Drucker, tentang mana hal yang penting dan mana yang tidak penting, dengan apa yang selama ini diboyong oleh Bapak Onno W Purbo. Bagi Onno yang terpenting adalah seluruh rakyat Indonesia bisa mengakses informasi seluas-luasnya dengan biaya murah, soal bagaimana caranya mari kita gunakan segala potensi yang ada.

Bagi saya yang bekerja dalam lingkungan birokrasi agak susah menyelami pola pikir seperti ini. Karena terkadang ditengah rutinitas dan “kungkungan” kebijakan yang telah ditetapkan, pola pikir cenderung menjadi mapan. Untuk itu perlu pencerahan secara kontinu yang dapat selalu membuat tersadar bahwa yang abadi adalah perubahan bukan kemapanan.

Tentang pencerahan itu, ide perubahan yang dibawa oleh Onno dalam kerangka pembangunan kesejahteraan rakyat adalah bahwa apabila rakyat bisa secara mandiri mengembangkan kemampuan dan kecerdasannya, khususnya via teknologi informasi, maka pemerintah tentu akan terkurangi bebannya di sektor pendidikan. Karena rakyat mampu meningkatkan kualitas pendidikannya secara mandiri. Dan tentunya alokasi 20% dari anggaran itu bisa diarahkan ke sektor lain.

Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa penting dan tak penting hanya bisa dilihat apabila kita mampu melaksanakan saran Drucker, untuk berhenti sejenak dan melihat sudah sejauh mana langkah kita berayun. Penting dan tak penting bergerak sesuai dengan perubahan jaman, selama kita bisa terus mengendarai perubahan maka kita akan selalu menjadi pemenang. Merdeka! J

Itu baru menjawab pertanyaan pertama di alenia kedua tulisan ini, tentang koneksitas antara Drucker dan Onno. Lalu bagaimana dengan pertanyaan kedua, tentang dimana asal muncul kata bukan satu kebetulan? Maka saya hanya bisa mengutip sebuah iklan permen pelega tenggorokan yang memvisualisasikan seorang guru bertanya pada muridnya, ”Kenapa Patimura bisa tertangkap oleh Belanda?” Dan sang murid menjawab, “Takdir Pak”. Maka itu pula jawabannya, takdir lah yang berusaha menunjukkan bahwa satu kejadian bukanlah satu kebetulan belaka, karena sudah ada yang mengatur. Wassalam.

Samsul Ramli

Tim Teknologi Informasi dan Komunikasi Daerah
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Banjar

Readmore »»

MERETAS IDE TEKNOLOGI INFORMASI MASUK DESA

Dari sumber Wikipedia Indonesia – ensiklopedi bebas berbahasa Indonesia – didapatkan pengertian tentang teknologi informasi. Teknologi informasi dilihat dari kata penyusunnya adalah teknologi dan informasi. Jadi teknologi informasi adalah hasil rekayasa manusia terhadap proses penyampaian informasi dari pengirim ke penerima sehingga lebih cepat, lebih luas sebarannya, lebih lama penyimpanannya.

Bahasa adalah basic teknologi yang mampu memudahkan informasi sampai kepada orang lain. Agar informasi dapat bertahan lama muncul teknologi gambar. Hasil dari teknologi gambar salah satunya adalah huruf alfabet dan arabic. Kedua komponen terakhir ini kemudian jadi cikal bakal lahirnya teknologi tulisan sebagai penyampai informasi.

Seiring dengan perkembangan jaman, aktifitas penyampaian informasi memperluas penyebarannya dengan sangat menakjubkan, oleh karena itulah kemudian abad 21 disebut era teknologi informasi. Luasnya cakupan teknologi informasi diikuti oleh semakin majemuknya subyek dan obyek informasi yang kemudian menumbuhkan kebutuhan informasi sebagai bahan berkomunikasi. Disisi ini terjadi konvergensi aktifitas informasi kedalam aktifitas komunikasi ataupun sebaliknya sehingga tersebutlah istilah Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) atau bahsa kerennya ICT (Information and Communication Technology).

TIK dan Pembangunan

Kenyataan menunjukkan bahwa teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah membawa perubahan penting dalam perkembangan peradaban, terutama perekonomian dunia. Abad ke-21 diyakini menjadi era informasi-ekonomi (digital-economic) dengan ciri khas perdagangan yang memanfaatkan elektronika (electronic commerce). Kita tentu masih ingat boomingnya perusahaan dotcom di negeri ini!

Di sektor pembangunan terjadi pergeseran strategi pembangunan dari pembangunan industri menuju ke era informasi (information age). Pergeseran ini memberikan implikasi terhadap terjadinya proses transisi perekonomian dunia yang semula berbasiskan pada sumber daya (resource based economy) menjadi perekonomian yang berbasis pengetahuan (knowledge based economy).

Pembangunan TIK merupakan sumber terbentuknya iklim yang menjadi landasan bagi tumbuhnya kreativitas sumberdaya manusia, yang pada gilirannya dapat menjadi sumberdaya pertumbuhan dan daya saing ekonomi. Oleh karena itu, teknologi informasi dan komunikasi merupakan faktor yang memberikan kontribusi sangat signifikan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui peranannya yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi suatu bangsa.

TIK Masuk Desa

Dalam kerangka otonomi maka cluster pembangunan daerah yang paling penting dan sudah selayaknya menjadi perhatian, adalah pembangunan di perdesaan. Desa sebagai miniatur pemerintahan terkecil harus dijadikan basis pembangunan. Untuk itu pembangunan TIK juga seharusnya diarahkan ke perdesaan.

Keterbukaan informasi dan keleluasaan komunikasi akan mampu membuka keterisolasian desa. Kita tentu ingat sebelum televisi memasuki desa, betapa tertinggalnya masyarakat kita. Yang merasakan kemajuan hanyalah urang kuta sementara urang desa masih berkutat dengan kegelapan.

Dus ketika listrik masuk desa, televisi pun menjadi barang primadona sehingga menjadi kelengkapan utama rumah di desa-desa. Tuntutan akan perbaikan kesejahteraan pun semakin meningkat, sejurus dengan itu wawasan dan pengetahuan masyarakat desa semakin bertambah.

Mempertegas hal ini sebuah penelitian Tim dari Institut Teknologi Bandung, dimana hasilnya disampaikan pada Konferensi Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi untuk Indonesia di Bandung, merekomendasikan sebuah roadmap TIK nasional yang berorientasi di perdesaan. Adapun tahapan-tahapan konsep yang disusun dalam rekomendasi ini adalah Desa Perintis tahun 2005, Desa Berdering Terpadu 2010, Desa Online 2015, Desa Multimedia 2020 dan Masyarakat Informasi 2025.

Melihat matrik Program Pembangunan 2007 yang terdapat dalam Dokumen RPJM Nasional, pemerintah juga mengarahkan pembangunan sarana dan prasarana TIK ke perdesaan. Dibidang kelistrikan misalnya pemerintah menetapkan sasaran program pada usaha meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam pembangunan ketenagalistrikan di pedesaan.

Kemudian di bidang pos dan telekomunikasi pada tahun 2007 pemerintah pusat mencanangkan pembangunan baru fasilitas telekomunikasi sekurang-kurangnya 16 juta sambungan telepon tetap, 25 juta sambungan bergerak, dan 43 ribu sambungan di daerah perdesaan. Pembangunan fasilitas Community Acces Point di 45 ribu desa. Apabila rencana ini dapat terealisasi dan dilanjutkan secara konsisten maka impian terwujudnya masyarakat informasi 2025 bukanlah sebuah kemustahilan.

TIK Swadaya Rakyat

Salah satu jurus jitu mempercepat penetrasi TIK di perdesaan adalah mengembangkan solusi infrastruktur TIK murah, meriah dan sarat teknologi. Solusi seperti ini bukan lagi hal yang asing karena secara praktis telah dikembangkan para praktisi TIK Indonesia. Misalnya teknologi wireless Wajanbolic, yang diperkenalkan beberapa waktu lalu oleh Pakar teknologi informasi DR Onno W Purbo pada Workshop Wajan Bolic & Teknologi 4G di Banjarmasin, pada dasarnya adalah teknologi penguatan sinyal frekwensi 2,4GHz yang telah dibebaskan pemerintah pusat untuk dipergunakan masyarakat secara luas.

Kata Wajanbolic diambil dari persamaan kata Parabolic. Secara teknologi keduanya sama, namun disisi biaya jauh lebih murah Wajanbolic. Jika dihitung-hitung teknologi Wajanbolic, untuk standar harga sekarang, berkisar antara 200.000 sampai dengan 250.000 rupiah. Bandingkan dengan teknologi Parabolic, untuk harga antena saja mencapai 500.000 sampai 1.500.000. Wajanbolic mampu mengkoneksikan dua perangkat komputer yang letaknya berjauhan lebih dari 2 Km.

Dengan sedikit kreatifitas Wajan bisa pula diganti dengan kaleng, kotak susu, bahkan bekas daun pintu. Teknologi-teknologi seperti ini berkembang pesat di Indonesia mengalahkan perkembangannya diluar negeri, sampai-sampai banyak negara luar yang mengundang pakar-pakar rekayasa wireless dari Indonesia untuk dijadikan pemateri.

Yang penting pula dibahas adalah peran pemerintah khususnya pemerintah daerah mendukung pengembangan infrastruktur TIK Swadaya Rakyat. Peran pemerintah disini adalah sebagai regulator, stimulator dan motor yang berorientasi positif bagi pengembangan TIK di pedesaan.

Pemerintah daerah harus punya kebijakan yang jelas dan kondusif dalam bentuk program pengembangan infrastruktur aplikatif yang terukur. Penetapan program yang mampu mengedukasi masyarakat untuk mengerti pentingnya TIK bagi peningkatan kesejahteraan mereka. Memberikan kisi-kisi pemanfaatan sumber daya TIK bagi pengembangan perekonomian desa.

Pemerintah daerah harus memberikan stimulasi berupa kegiatan nyata seperti pembangunan titik-titik komunikasi atau Community Acces Point maupun Base Tranciever yang memadai secara teknis, serta melakukan edukasi pro aktif tentang TIK bagi masyarakat.

Sebagai motor tentunya lingkup pemerintah daerah sendiri harus terlebih dahulu menerapkan dan memanfaatkan TIK. Baik dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik maupun pelaksanaan pembangunan seperti yang diamanatkan dalam prinsip-prinsip Good Governance dan E-Government.

Tentunya tulisan ini hanyalah sekedar konsep tersurat yang mudah-mudahan dapat menjadi satu tawaran bagi peningkatan kesejahteraan rakyat melalui pembangunan berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Amin.

Samsul Ramli

Tim Teknologi Informasi dan Komunikasi Daerah (TIKDa) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Kabupaten Banjar

Readmore »»

Jumat, 25 April 2008

Teknologi Informasi, Bak Jamur di Musim Hujan

MENJAMURNYA mesin Anjung Tunai Mandiri (Automatic Teller Machine/ATM) yang disediakan oleh berbagai bank secara tidak langsung telah membawa masyarakat mengenal dan merasakan manfaat nyata dari teknologi informasi (TI). Banyak lagi produk bank yang berbasis teknologi informasi seperti telebanking, on line, kartu kredit, kartu debet dan smart card.

TI yang secara sederhana bisa dikatakan sebagai paduan antara teknologi komputer dan telekomunikasi, benar-benar dimanfaatkan sebagai salah satu alat penarik pelanggan. Jadi bukan sekedar latah kalau akhirnya tidak hanya bank yang memanfaatkan TI, lembaga nonbank pun juga melakukan hal yang serupa.

Perkembangan TI di Indonesia meningkat. Hal ini terindikasi dari perkembangan penjualan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software), menurut lembaga penelitian, pengembangan dan dokumentasi Infokomputer sampai tahun 1995 tercatat nilai penjualannya meningkat cukup besar dari 491,2 juta dolar AS pada tahun 1992 menjadi 542 juta dolar AS.

Kegairahan perusahaan memanfaatkan TI belum diimbangi dengan kemampuan sumber daya manusia (SDM) yang memadai, sehingga peran konsultan masih dominan.

Seiring dengan itu pengguna TI semakin memaksimalkan fungsi perangkat lunaknya. Tak hanya sekadar untuk keperluan administrasi, seperti mengetik namun justru mereka mempersenjatai perangkat kerasnya dengan berbagai perangkat lunak yang andal. Di perusahaan yang serius mengembangkan TI, komposisi investasi untuk perangkat keras dan perangkat lunaknya 30 persen : 70 persen.

Dan memang secara keseluruhan biaya investasi untuk TI sangat mahal, namun perlu diingat dia mempunyai potensi yang amat besar di masa mendatang. Seperti dikemukakan head of communications service group AT&T (American Telephone & Telegraph) perusahaan telekomunikasi terbesar di Amerika, Alex Mandl. "Kita mesti benar-benar menjadi terbaik dalam hal teknologi informasi, jika tidak mau susah".

Perusahaan jasa seperti perusahaan sekuritas, pialang properti, pariwisata, perkapalan, penerbangan, pendidikan, hingga penyelenggara seminar merupakan lahan potensial bagi penggunaan TI. Pelanggan tinggal hidupkan PC, pasang modem, sambungkan ke provider Internet, dan ketik alamat homepage perusahaan yang dituju maka seluruh informasi tersedia, baik berupa profil perusahaan, produk, biaya, fasilitas, dan lainnya.

Kesadaran membangun TI tidak hanya tumbuh di perusahaan besar seperti bank, tapi juga di perusahaan kecil. Koperasi Wanita Asih Sejati Pondok Labu, Jakarta Selatan contohnya, koperasi yang beranggotakan 1.600 anggota ibu rumah tangga dan umum ini memanfaatkan TI untuk menunjang usaha, hasilnya September tahun 1995 laba koperasi mampu mencapai Rp 100 juta lebih.

Namun, jangan gegabah dalam mengambil keputusan membentuk TI, harus diperhatikan dulu keseimbangan 4 hal: strategi, proses, TI dan SDM. Tak sedikit perusahaan yang akhirnya justru bermasalah setelah memasang TI, karena mengabaikan keseimbangan itu.

Contoh, ketidakseimbangan SDM dengan yang lainnya adalah ketika lembaga TI-nya rampung, sementara karyawan masih mengandalkan pola lama. Akibatnya proyek yang semula diharapkan mempermudah justru mempersulit pekerjaan. Maka sia-sialah investasi kita yang besar itu. samsul ramli/berbagai sumber
Readmore »»

Filosofi 'e' Dalam Government

Pada salah satu diskusi, seorang teman mempertanyakan mengapa dalam makalah, kalimat eGovernment selalu disusun tanpa tanda (-) diantara e dan Government. Jawaban saya memang relatif subyektif, tanda (-) dalam kalimat e-Government ketika dipersatukan menjadi satu kalimat yang utuh akan memunculkan pengertian kontradiktif yaitu elektronik tanpa government atau sebaliknya government tanpa elektronik.
Dengan menuliskan eGovernment secara utuh dan melekat maka pengertiannya, kurang lebih akan menunjukkan, bahwa government tidak akan lengkap tanpa elektronik (teknologi informasi). Dan elektronik (e) dituliskan dalam huruf kecil menandakan bahwa elektronik hanyalah alat pelengkap yang tidak dapat terpisahkan.
Di Indonesia sendiri, kelahiran eGovernment dibidani oleh Instruksi Presiden No. 3/2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Pemerintahan Secara Elektronik. INPRES ini merangsang lahirnya eGovernment di Indonesia. Sayangnya secara kualitatif dan kuantitatif, peranan eGovernment di dalam pemerintahan bagaikan riak – riak kecil di tengah gelombang besar laut.
Pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah masih terjebak dalam aplikasi – aplikasi dasar seperti pembuatan situs atau aplikasi proses yang sifatnya terputus – putus, sehingga dalam kehidupan sehari – hari tidak memberikan manfaat yang mendalam terhadap masyarakat.
Dalam rangka menunjang pembangunan, pengembangan, pemeliharaan dan implementasi sistern eGovernment yang membawa manfaat besar bagi kehidupan masyarakat, perlu perencanaan dalam penyelenggaraan eGovernment secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.

eGovernment dalam Konsep

Sementara itu ketika mempelajari penerapan eGovernment di Asia Pasifik, Clay G. Wescott salah seorang Pejabat Senior Asian Development Bank (ADB), mencoba menyusun sebuah definisi yang kemudian menjadi pengertian umum eGovernment, yaitu: “Penyelenggaraan pemerintahan berbasis elektronik (teknologi informasi dan komunikasi) untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi dan akuntabilitas kinerja pemerintah dalam hubungannya dengan masyarakat, komunitas bisnis, dan kelompok terkait lainnya menuju good governance”.
Dalam definisi diatas tersurat tujuan implementasi eGovernment adalah Good Governance melalui terselenggaranya komunikasi secara dua arah, antara :
  • Antara Pemerintah dengan Pemerintah (G to G), dalam rangka meningkatkan penyelenggaraan sistem administrasi pemerintahan.
  • Antara Pemerintah dengan Dunia Usaha (G to B); dalam rangka menumbuhkan partisipasi dunia usaha.
  • Antara Pemerintah dengan Masyarakat (G to C), dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.

Filosofi eProcurement dalam Kerangka eGovernment

Salah satu aplikasi yang populer saat ini adalah sistem electronic procurement atau sistim pengadaan barang jasa secara online. Sistem eProcurement menghubungkan government dengan business (G2B) secara transparan dan terbuka.
Dengan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa secara elektronik sebenarnya sedang dibangun suatu sistem perdagangan/bisnis global tanpa batas yang sering disebut sebgai eBusiness. Dengan implementasi eProcurement, sistem kolaborasi antara internet dan intranet dapat diwujudkan untuk memudahkan pekerjaan.
eGoverment dalam kaitan eBusiness sebenarnya berjantung pada eProcurement. Jika instansi Pemerintah menerapkan eProcurement, maka 5 tingkat pengembangan implementasi konsep eBusiness (5Cs) seperti konsep yang disampaikan oleh Haite/Bossart dalam bukunya “Internet fur Unternehmer” dapat terwujudkan sekaligus. Tingkat pengembangan implementasi konsep eBusiness tersebut seperti:
  • Connectivity, antara Penyedia barang/jasa, Panitia Pengadaan dan Pengguna Barang/Jasa (PPK) dapat online dalam menyelenggarakan proses pengadaan.
  • Commerce, bahwa terjadi proses transaksi antara penyedia barang/jasa dan pengguna (penawaran - persetujuan harga – kontrak), meskipun riil transaksi sampai dengan payment yang berbasis online baru dapat dilaksanakan kemudian.
  • Collaboration, dengan adanya database vendor ataupun barang/jasa (eSourcing) dan data pengguna, maka masing-masing stakeholder, sebenarnya sudah tercipta jaringan komunikasi data yang akan sangat menguntungkan guna mencapai tujuan masing-masing pihak.
  • Communities, dengan adanya implementasi eProcurement yang terintegrasi antar instansi maka dapat terbentuk komunitas antar stakeholder yang mempunyai kepentingan sama. Misalkan gagasan tentang “advance procurement forum” yang akan terinstall di tiap akses menu menuju eProcurement panitia pengadaan akan menciptakan komunikasi intens guna saling berbagi pengalaman antar panitia jika menghadapi permasalahan dalam proses pengadaan.

Filosofi eProcurement dalam Kerangka Good Governance

  • Transparancy, dengan transparansi akan diperoleh kepercayaan publik pada pemerintah. Selanjutnya jika masyarakat sudah percaya bahwa pajak yang mereka yang bayar dikelola dengan penuh tanggung jawab oleh Pemerintah maka masyarakat akan meningkat partisipasinya dalam proses pembangunan. Akhirnya dengan partisipasi publik yang tinggi dalam membangun daerahnya maka target kinerja instansi pemerintah sebagai instansi pelayanan publik akan meningkat.
  • Accountability, dengan akuntabilitas publik yang terjaga, PPK dan Panitia Pengadaan akan mempunyai back up administrasi yang kuat terhadap tuduhan-tuduhan KKN yang dapat dimunculkan sewaktu-waktu oleh elemen masyarakat.
Filosofi eProcurement dalam Kerangka Mekanisme Pasar

Filosofi lainnya adalah berusaha membangun pasar maya yang terbukti sangat efektif untuk memotong rantai distribusi yang panjang dari pemasok hulu sampai dengan pengguna akhir, menguntungkan negara karena bisa ada penghematan anggaran.
Kemudian mampu meminimalkan kebutuhan fisik suatu pasar/bisnis tradisional dalam bertransaksi seperti kebutuhan keberadaan toko, kebutuhan kertas sebagai barang bukti perjanjian atau alat bukti pembayaran yang sah, tanda tangan basah (materai), dll.
Yang terpenting pula sistem ini mampu memperluas kesempatan bagi para pemasok/penyedia barang/jasa untuk berpartisipasi memenuhi kebutuhan barang/jasa instansi pemerintah.
Dari sekian filosofi yang melekat pada sistem eProcurement menunjukkan bahwa 'e' didepan kata Procurement, menjadi paradigma baru dalam peningkatan kinerja sistem, yang selama ini dilakukan secara manual. Dan ini hanyalah salah satu dari banyak filosofi 'e' dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik.

· Aviva Bahasoan : Staff PT. Lang Padhmadana Luhur, IT Consultant
· Samsul Ramli : Administrator Sekretariat eProcurement Kab. Banjar
Readmore »»