Minggu, 11 Mei 2008

Share Services

Jum'at lalu ada satu pembicaraan yang sangat menggelitik dibenak saya. Pembicaraan tersebut seputar pemanfaatan sistim informasi di lembaga pemerintahan. Pertanyaan yang muncul adalah kenapa didalam internal pemerintahan sendiri tidak ada platform yang sama dalam pemanfaatan teknologi informasi.

“Kenapa bagian atau unit kerja memiliki sistem masing-masing, kenapa tidak menggunakan satu sistem saja tapi dimanfaatkan secara bersama-sama”, demikian ringkasan pertanyaan yang bisa saya tangkap.

Sontak saja pertanyaan ini mengingatkan saya pada satu tulisan bapak Djoko Agung Harijadi, Direktur E-Government Depkominfo sekaligus Sekertaris DeTIKNas di salah satu media yang berjudul Share Services: Paradigma Baru E-Government. Tulisan tersebut mungkin lebih menitikberatkan Share Services terkait dengan fenomena maraknya tower BTS operator selular dan layanannya. Namun hakikatnya pola pikir atau paradigma Share Services dapat diterapkan pada pemanfaatan sumber daya teknologi informasi dan komunikasi (TIK) secara luas.

Gegap gempita TIK memang disambut meriah oleh semua kalangan termasuk unsur pemerintahan, namun apa lacur kalau kemudian gegap gempita ini menjadi sumur dalam pemborosan. Bayangkan, untuk satu sistem aplikasi saja biaya yang dikeluarkan mencapai ratusan juta atau bahkan milyaran rupiah.

Saya tidak bermaksud memandang murah sebuah hasil karya pikir si pembuat aplikasi. Karena apabila ditanya berapa harga sebuah aplikasi, maka saya akan juga mengajukan angka tinggi. Sebuah karya tidak bisa diukur dari output, namun justru dari proses yang panjang hingga bisa melahirkan karya itulah yang membuatnya menjadi sangat mahal.

Yang ditekankan pada tulisan ini adalah mengapa tidak satu sistem dimanfaatkan secara bersama-sama sehingga cukup satu sistem yang dibeli, namun dikembangkan dan dimanfaatkan secara bersama sehingga ada high value added bagi masing-masing pemakai.

Contoh kongkrit adalah aplikasi eProcurement yang kini diterapkan oleh Kabupaten Banjar dan telah berjalan dengan lancar. Konstruksi aplikasi eProcurement yang berbasis open source sebenarnya dapat dimanfaatkan secara bersama-sama baik secara internal maupun eksternal.

Secara internal, konstruksi aplikasi eProcurement yang berbasis PHP, Postgresql, Apache dan Linux base dapat dikembangkan bagi kepentingan SKPD lain seperti aplikasi perencanaan melalui eProject, aplikasi keuangan melalui eBudgeting, pengawasan melalui eControlling dan lainnya.

Dengan dimanfaatkannya konstruksi eProcurement maka tidak harus masing-masing SKPD menyediakan infrastruktur jaringan, server, hosting, koneksi dan lainnya secara terpisah-pisah. Dapat dibangun sebuah Single Sign On System atau satu pintu gerbang yang dapat mengantarkan pengguna pada jendela layanan mana saja. Tentu hal ini akan sangat memudahkan bagi seluruh pengguna dalam memanfaatkan sistem.

Secara eksternal, aplikasi eProcurement Kabupaten Banjar sebenarnya dapat dimanfaatkan secara bersama-sama oleh setiap kabupaten/kota dan unsur pemerintahan lain yang mempunyai kegiatan pengadaan barang dan jasa. Secara mudahnya mengapa aplikasi yang telah berjalan baik ini tidak kita jadikan pintu gerbang bagi seluruh proses pengadaan barang dan jasa pemerintahan di Kalimantan Selatan.

Disisi pengembangan tentu akan sangat efisien karena kabupaten/kota atau lembaga pemerintahan yang lain tidak harus melalui proses pengembangan dari A sampai Z, tapi cukup mulai melangkah dari V sampai Z saja, aplikasi telah dapat beroperasi.

Apabila Kabupaten Banjar memerlukan waktu sekitar 6 bulan untuk membangun aplikasi eProcurement hingga bisa berjalan seperti sekarang ini, maka kabupaten/kota yang berafiliasi dapat menjalankan sistem ini dalam waktu yang singkat. Bahkan saya dapat menjamin hanya dengan persiapan 1 bulan saja sudah bisa dijalankan dengan baik.

Dengan konsep share services aplikasi eProcurement, yang mendapatkan keuntungan tidak hanya pemerintah daerah namun juga pihak penyedia. Setiap penyedia tidak harus mendaftar atau verifikasi ke masing-masing kabupaten/kota untuk bisa mengikuti pelelangan. Cukup dengan mendaftar di kantor pelayanan setempat maka mereka akan dapat mengikuti seluruh pengadaan yang ada di Kalimantan Selatan. Ini kalau semua wilayah kabupaten/kota mau berafiliasi ke dalam satu sistem.

Yang jelas paradigma share services dapat mempercepat penetrasi pemanfaatan aplikasi eGovernment didalam masyarakat dan pada akhirnya masyarakat juga yang akan merasakan manfaatnya. Bukankah hakikat dari eGovernment adalah terciptanya pelayanan publik yang berkualitas dalam kerangka perwujudan Good Governance.

Tentu tidak hanya untuk aplikasi eProcurement saja paradigma share services ini bisa diterapkan. Hampir seluruh komponen pengembangan TIK dapat di push penetrasinya melalui paradigma ini. Pengembangan infrastruktur, misal pemakaian tower BTS bersama oleh masing-masing kabupaten/kota sehingga mampu menjadi tulang punggung infrastruktur TIK regional. Kemudian pengembangan aplikasi seperti pemakaian bersama aplikasi eProcurement. Dan terakhir pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), dengan adanya standarisasi pengembangan infrastruktur dan aplikasi yang digunakan secara bersama-sama maka pengembangan SDM dapat difokuskan pada standar tersebut pun juga metode pelatihan dan rekrutmen SDM TIK.

Kendala-Kendala Share Services

Setidaknya ada 3 kendala utama yang menghalangi terwujudnya paradigma share services. Kendala Pertama; tidak adanya dokumen perencanaan pengembangan TIK yang dapat dijadikan acuan baik oleh lembaga internal maupun eksternal. Hal ini menimbulkan “kebingungan” dari instansi pemerintah mau dibawa kemana pengembangan TIK.

Ini dapat dilihat dari carut marutnya pengembangan website masing-masing lembaga. Ada satu kabupaten/kota atau bahkan provinsi yang masing-masing SKPD-nya membangun website sendiri dan dengan dana masing-masing pula. Padahal dengan paradigma share services semestinya tidak terjadi. Ibarat pohon, sudah bukan saatnya lagi menanam pohon-pohon baru tapi saatnya menjaga agar satu pohon tumbuh dengan baik dan memberi manfaat bersama. Secara gitu lho, tumbuh itu keatas bukan kesamping!

Kendala kedua; sering saya sebut dengan E-Leadership. E disini bukan berarti elektronik seperti yang melekat pada eGovernment, tapi singkatan dari Ego Leadership. Salah satu dampak dari otonomi daerah adalah semakin tipisnya rasa kebersamaan antar pemimpin daerah atau pemegang kebijakan. Padahal hakikat dari otonomi daerah adalah prestasi pencapaian kesejahteraan masyarakat, bukannya pencapaian prestise. Jadi yang harus disadari dalam pengembangan eGovernment adalah tujuan bersama yaitu kesejahteraan masyarakat tanpa batasan wilayah. Unsur kompetitif tetap ada namun tidak mesti semua lalu bersama-sama menciptakan aplikasi serupa dan mengklaim adalah yang paling baik. Justru kompetisi akan terjadi berdasarkan competitive advantage daerah masing-masing.

Misal Sragen dengan Sistem Pelayanan Terpadunya, Kota Surabaya dengan eProcurement-nya, Jembrana dengan Sistem Pelayanan Kesehatannya dan banyak lagi. Mari kita usung bersama semua sistem yang baik ini menjadi flatform bersama sehingga muncul satu sistem yang benar-benar handal dan mampu mensejahterakan masyarakat. Tidak menutup kemungkinan sistem pelayanan terpadu Sragen justru disempurnakan oleh kabupaten/kota yang baru saja mengadopsi, untuk kemudian digunakan secara bersama lagi.

Kendala ketiga; paradigma profit oriented ataupun juga project oriented. Teramat sangat yakin saya apabila pengembangan eGovernment hanya dipandang dari sisi ini, maka akan sangat besar mudharatnya dibanding manfaatnya. Dan tidak akan ada yang namanya share atau pembagian dalam paradigma ini, yang ada hanya perkalian dan penjumlahan yang sama dengannya adalah pemborosan.

Tapi saya sangat yakin di saat bangsa kita memperingati 100 tahun Kebangkitan Nasional ini, masih banyak pemimpin daerah yang mampu menyingkirkan paradigma negatif dan mengusung paradigma positif ke dalam kebijakannya. Termasuk mengusung paradigma share services dalam pengembangan eGovernment demi terwujudnya kepemerintahan yang baik. Amin.

Tim TIKDA dan Administrator
Sekretariat Layanan eProcurement Kabupaten Banjar

(http://catatansamsulramli.blogspot.com)

Tidak ada komentar: